Ilustrasi. (BP/dok)

Kecakapan berkomunikasi sering kali dijadikan salah satu tolok ukur kecerdasan. Kecakapan ini juga sering menjadi indikator kepribadian. Orang yang cara berkomunikasinya baik dan mudah dipahami cenderung menggunakan bahasa secara bijak.

Artinya, pilihan kata dan caranya merangkai kata membuat audiennya atau lawan bicaranya merasa mudah paham. Secara teori, pilihan kata dan kecerdasan melakukan olah diksi ini akan membuat komunikasi jadi menarik tak sekadar membuat audien paham.

Namun, jika kita bercermin pada tren penggunaan bahasa saat ini, ada kencenderungan makin jauh dari kaidah penggunaan berbahasa yang benar. Munculnya variasi penggunaan bahasa ini tentu harus disikapi juga.

Baca juga:  Keluarga Pengguna Narkoba Cenderung Tertutup

Sumbangan terbesar dari penggunaan bahasa variatif ini tak lepas dari makin maraknya media sosial. Produk-produk bahasa medsos ini juga makin jauh dari penggunaan bahasa yang baik dan benar.

Jika ini terus tak terkendali maka potensi membuat atau setidaknya menuju penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan benar makin sulit. Tantangan ini tentu harus  dicermati sejak dini. Peran guru bahasa Indonesia juga menjadi berat sekaligus strategis.

Menjadi berat karena tren penggunaan bahasa variatif dominan dilakukan generasi muda. Generasi ini memiliki waktu berkomunikasi lebih tinggi. Jadi, peluang terciptanya dan terproduksinya bahasa  variatif yang jauh dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika pilihan kata dan kalimat makin jauh dari kaidah bahasa Indonesia maka tugas guru bahasa Indonesia menjadi berat dan penuh tantangan.

Baca juga:  Diskotek Ini Disweeping, 8 Pengguna dan Pengedar Diamankan

Peran guru menjadi strategis karena guru memiliki kesempatan mengingatkan dan mengedukasi generasi muda untuk berbahasa yang baik dan benar. Guru hendaknya menjadi komunikator yang bisa diteladani dalam hal penggunaan bahasa yang benar.

Kita tentu tak membatasi ruang berkreasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Namun, bahasa kreasi yang variatif jangan sampai mengaburkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di sinilah kehadiran guru menjadi strategis yakni tetap menjadi pembina yang tetap sabar mengingatkan anak didiknya menjadi penutur bahasa yang arif.

Baca juga:  Reformasi Mental Korpri

Namun pada prinsipnya, untuk bisa memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita hendaknya menjadi pengguna bahasa yang bijak. Biasakan diri menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam setiap kesempatan berkomunikasi. Kita harus membangun tanggung jawab moral untuk menjadikan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai salah satu identitas bangsa ini. Mari kita dedikasikan ruang berkomunikasi kita untuk menuju penguatan identitas kebangsaan lewat Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *