AMLAPURA, BALIPOST.com – Pelaksanaan Usaba Dangsil di Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, menyimpan banyak cerita unik. Menjelang ritual terbesar desa-desa tua di Karangasem ini selesai pun, masih ada serangkaian ritual unik yang jarang ditemukan di desa-desa lain di Bali. Selain ritual Usaba Nindih yang menjadi penutup serangkaian Usaba Dangsil, ada juga ritual peserah atau meserah.
Uniknya, ritual ini dikhususkan untuk daha-truna yang sudah menikah sebelum pelaksanaan Usaba Dangsil benar-benar selesai. Pelaksanaan ritual peserah ini dilaksanakan dua hari setelah Usaba Nindih di Pura Bale Pekenca.
Ritual peserah dilaksanakan di Pura Bale Agung, Minggu (23/4). Salah satu truna Desa Adat Bungaya, Agus Sudarsana, mengatakan sudah menjadi tradisi sejak dulu, dimana setelah 12 hari ritual penyineban Usaba Gede atau Dangsil, daha-truna yang sudah mendahului menikah sebelum Usaba Dangsil selesai, maka daha truna itu wajib melakukan upacara mepamit ring Pura Bale Agung dan melakukan peserah kepada seluruh daha dan truna.
Proses peserah ini disaksikan langsung oleh penglingsir Desa Adat Bungaya yaitu We Kebayan Wayan, We Kebayan Nyoman, Keliang Desa Adat, Penyarikan Desa, seluruh daha-truna serta masyarakat Desa Adat Bungaya. Dalam ritual peserah di Natar Pura Bale Agung ini, pelaksanaan tahun ini ada dua orang daha-truna yang melakukan ritual peserah.
Mereka antara lain, truna I Kadek Ari Setiawan dari Banjar Kecicang Bali, istri dari Ni Komang Apriani dari Desa Peselatan Merita, Kecamatan Abang. Kedua, daha Ni Komang Ayu Sugiantari anak dari Perbekel Bungaya dan suaminya I Kadek Budi Suryanata. “Selain harus mengikuti ritual peserah, daha-truna yang menikah sebelum Usaba Dangsil selesai, juga dikenakan denda,” kata salah satu truna, Agus Sudarsana.
Denda yang dikenakan itu, antara lain berupa satu karung beras, ketupat sirikan 200 buah, bantal nganten hitam putih masing-masing 200 buah, kuskus hitam dan putih masing-masing empat kilogram, banten pejatian dua soroh, ayunan dua tanding, tandingan ketupat bantal kuskus 60 tanding, ketupat kelanan bayuan 20 tanding, empat sagan ageng, dua pengulem, dua peras tehenan dan dua pemijian. Ritual unik ini dipuput oleh We Penanga, We Mangku Puseh, We Mangku Jawa, We Mangku Bukit dan We Mangku Maspahit. Setelah ritual ini selesai, maka berakhir sudah semua upacara upakara Usaba Gede (Dangsil) yang sudah berlangsung sejak 17 Agustus 2016,” katanya.
Peserah maupun mepamit ini, mengandung makna, bahwa mereka tak akan lagi ngaturang ngayah sebagai daha dan truna. Sehingga, untuk tugas-tugas melaksanakan segala aci berikutnya di desa, diserahkan kepada daha dan truna yang saat ini masih lajang.
Mepamit, menurut warga setempat juga mengandung makna, bahwa daha dan truna yang sudah menikah sebelum Usaba Dangsil selesai, mempertegas dirinya tak akan lagi melaksanakan ngayah sebagaimana daha dan truna lainnya. Ritual peserah ini pun juga sekaligus permintaan maaf daha dan truna yang menikah duluan, kepada daha dan truna lainnya. Meski demikian, mereka tetap dikenakan denda, seperti yanh dipaparkan di atas. (Bagiarta/balipost)