DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster memilih untuk berbicara dari hati ke hati dengan tiga pimpinan ormas di Bali. Yakni, DPP Laskar Bali, DPD Keluarga Suka Duka Baladika Bali, dan Pemuda Bali Bersatu (PBB) di Kantor Gubernur Bali, Selasa (15/1) sore.

Upaya ini dilakukan untuk menjawab Surat Kapolda Bali Nomor: R/846/IV/2017/Bidkum tanggal 21 April 2017, yang salah satunya merekomendasikan pembubaran ketiga ormas besar tersebut. Koster bahkan tak kuasa menahan haru saat menyampaikan keputusannya.

“Berkenaan dengan rekomendasi Bapak Kapolda untuk membubarkan 3 ormas ini, tentu kami harus menyikapi dengan kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujar Koster.

Menurut Koster, hanya Laskar Bali dan Baladika yang terdaftar di Kesbangpol Provinsi Bali. Masing-masing, Laskar Bali terdaftar sejak 7 Oktober 2014 dan Baladika sejak 26 Oktober 2015. Sementara PBB terdaftar di Kesbangpol Kota Denpasar. Ketiga ormas ini tidak bisa serta merta dibubarkan.

Baca juga:  Selain Ekstasi, Pil Koplo Juga Marak

Dalam UU tentang Ormas yang baru yakni UU No.16 Tahun 2017, juga tidak disebutkan mengenai pembubaran. Namun hanya memberikan peringatan secara tertulis kepada organisasi yang dinilai meresahkan masyarakat.

Kedua, mencabut Surat Keterangan Terdaftar jika ada pelanggaran setelah diberikan surat peringatan tertulis. “Terkait dengan hal tersebut, yang kami berikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, kami hanya memberikan surat peringatan,” imbuhnya.

Koster mengingatkan, masa berlaku Surat Keterangan Terdaftar Laskar Bali dan Baladika masing-masing 7 Oktober 2019 dan 26 Oktober 2020. Selama kurun waktu sisa masa berlakunya SKT, ormas dilarang keras melakukan hal-hal yang bisa berpotensi menimbulkan masalah dan merugikan masyarakat. Seperti, pembunuhan penganiayaan, pengerusakan, pengancaman pemerasan, premanisme, penyalahgunaan narkoba dan kegiatan lain yang bertentangan dengan peraturan pemerintah.

Baca juga:  Kisruh Sky Garden, Akui Izin Mati dan Nunggak Pajak Rp 9 Miliar

Jika ternyata melakukan pelanggaran, maka gubernur bisa memberikan sanksi administratif berupa pencabutan SKT. Kalau ada oknum anggota ormas melakukan tindak pidana, maka akan dikenai sanksi pidana oleh penegak hukum sesuai kewenangannya.

“Selain itu, kami juga meminta kepada pimpinan organisasinya untuk membuat pernyataan, sudah ditandatangani tadi oleh ketua dan sekretaris. Kemudian berikutnya, melakukan upasaksi secara niskala,” imbuh mantan anggota DPR RI ini.

Menurut Koster, tidak ada orang lahir bercita-cita melakukan kejahatan. Setiap orang pasti ingin berbuat baik dan bermanfaat untuk masyarakat.

Baca juga:  Dua Hari Melandai, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Kembali ke Dua Ribuan Orang

Di sinilah Koster yang tampak diapit petinggi-petinggi ormas seperti Gus Bota dan Gung Alit tak kuasa menahan haru. Air matanya bahkan sampai menetes dan meminta awak media memahami posisinya.

Keputusannya hanya mengeluarkan surat peringatan merupakan opsi maksimal yang bisa dilakukannya sebagai gubernur untuk menyikapi surat rekomendasi Kapolda Bali. Keputusan itu pula yang bisa dipertanggungjawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Saya sebagai gubernur harus memperlakukan anak-anak ini sebagai anak-anak saya yang harus saya…,” katanya terhenti sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan “Jadi saya tidak bisa bertindak … apa yang saya lakukan harus terukur dan bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat maupun kepada yang di atas, sekala niskala,” jelasnya sembari menahan haru. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

2 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *