Petani kol di Kintamani sedang memanen. (BP/dok)

Pergub No. 99/2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian masih layak diperbincangkan. Pergub ini merupakan angin segar di awal tahun 2019 khususnya bagi para petani di Bali.

Pergub ini dapat menjadi salah satu pilar bagi pembangunan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Namun, apakah konsep ini akan mampu diimplementasikan di lapangan? Kita masih perlu menunggu waktu.

Bagi pemerintah sangat gampang membuat pergub. Namun, bagaimana melaksanakan dan mengawasi pergub inilah yang sulit. Makanya banyak orang asing mengkritik Indonesia yang sangat bagus dalam perencanaan, namun buruk dalam pelaksanaan dan pengawasannya.

Pergub 99/2018 tentu kita tak mau demikian. Pemerintah perlu melengkapi pergub ini dengan perangkat lembaga dan SDM-nya serta aturan teknisnya. Siapa yang akan melaksanakan dan siapa yang mengawasi jika ada pelanggaran.

Baca juga:  Bebaskan Bali dari Politik Identitas

Pertama, jika bermuara pada peningkatan petani Bali, siapa yang akan mengawasi masuknya produk pertanian luar Bali yang sebenarnya sudah diproduksi oleh petani Bali. Ini perlu dikontrol juga agar tak sampai jauh panggang dari api. Kesejahteraan bagi petani Bali hanya dapat jargon, sedangkan yang mengisi produk Bali adalah produk pertanian luar Bali.

Kedua, pemerintah harus menyeleksi SDM yang memasok produk pertanian ke hotel dan restoran. Dalam pergub diatur pemerintah telah mengatur agar produk-produk lokal petani dapat diserap industri, hotel, restoran, vila, dan swalayan di Bali dengan harga yang layak ekonomis.

Terlebih lagi, diberikan kesempatan kepada Perusahaan Daerah untuk membeli produk-produk tersebut. Nah, ini pertanda positif apalagi Perusda Bali selama ini diakui Gubernur terus merugi.

Baca juga:  Turunkan Disparitas Harga, Kementan Libatkan Kadin Daerah Untuk Impor

Bahkan, untuk menggaji karyawan harus minta ke APBD. Yang jelas yang namanya Perusda tak ada kata rugi, karena mereka mengurus dan mengelola aset daerah yang potensial. Sangat wajar Perusda mengembangkan sayap ke daerah-daerah sebagai pembeli, pengepul, dan menyalurkan produksi pertanian petani Bali.

Bagi petani yang kesulitan dana, Perusda bisa bekerja sama dengan LPD dan desa adat dengan bentuk pinjaman ringan. Pemerintah mesti tetap memberikan asuransi bagi petani yang gagal panen. Hanya dengan demikian anak muda Bali akan bangkit menjadi petani. Yang jelas, kita perlu kembali membangun sektor pertanian secara serius, bahwa semua harus mendukung pertanian. Kita harus berani mengambil kebijakan bukan lagi pertanian mendukung pariwisata, namun pariwisatalah yang mendukung pertanian.

Baca juga:  Badung Gunakan APBD Untuk Karantina OTG-GR

Kebijakan dan program-program pemerintah harus bermuara pada sektor pertanian mengingat perannya yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat sebagai bagian memaknai jargon pertanian sebagai tulang punggung perekonomian. Artinya, sektor pertanian wajib menjadi sasaran utama bagi sektor-sektor lain.

Melalui sistem agrobisnis, pemerintah wajib merancang adanya peningkatan nilai tambah bagi setiap pelakunya, khususnya para petani Bali. Petani tidak semata-mata ditempatkan sebagai produsen tetapi lebih diorientasikan pada aspek bisnis terhadap produk-produk yang dihasilkannya, seperti produk-produk pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Hal ini untuk mewujudkan pertanian berdaulat dan berbasis kesejahteraan petani. Selama pertanian tak mampu membuat petaninya sejahtera, anak muda dipastikan tak melirik sektor ini.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *