Bagi masyarakat Bali, pembahasan Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali yang salah satu membahas rencana revisi ketinggian bangunan adalah hal yang menarik. Wacana ini pasti akan mendapat penyikapan pro dan kontra dari berbagai elemen tergantung sudut pandangnya.

Secara budaya dan demi Bali, memang ada hal-hal yang perlu dibatasi di Bali. Ketinggian bangunan memang perlu dibatasi namun di era saat ini logika dan pencermatan atas kondisi ruang di Bali juga harus dijadikan rujukan.

Baca juga:  Wacana Pindah Kantor PDAM Badung Kembali Mencuat

Ketika tanah-tanah di Bali mulai dikorbankan hanya untuk mengakomodasi pembangunan permukiman, kekhawatiran satu saat nanti lahan di Bali akan habis adalah logika yang wajar. Logika inilah yang juga harus diterapkan dalam memahami mengapa Bali juga perlu membangun toleransi baru terhadap pembangunan di atas 15 meter di zona tertentu.

Peruntukkan bangunan juga harus jelas, yakni untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan. Ini juga harus dibicarakan secara terpadu, bukan berdasarkan pendekatan investasi. Yang jelas, sebagai rakyat Bali saya berharap pembahasan Ranperda kali ini murni untuk mengakomodasi kondisi Bali ke depan, bukan untuk melayani kepentingan pemilik modal.

Baca juga:  Revisi Batas Ketinggian Bangunan, Giri Prasta Sebut Sama dengan Pengingkaran Warisan

Saya juga menghormati pemikiran yang berharap Bali tetap dijaga dari tata ruangnya. Ajeg Bali dan taksu Bali harus tetap dijaga. Untuk itu, makin banyak kesempatan berdiskusi dan memberikan ruang kepada semua pihak urun pendapat akan semakin bagus.

Gubenur Bali dalam hal ini saya rasa sudah cukup bijak, dengan membuka ruang diskusi publik lewat media massa untuk mengakomodasi pemikiran krama Bali terkait pembahasan Ranperta RTRW ini.

Baca juga:  Atasi Krisis Air Saat Kemarau

I Wayan Arsana

Gianyar, Bali

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. Pertumbuhan penduduk Bali tiap tahunnya berapa % (dibanding thn sebelumnya). Dari sini pasti ada datanya, berapa orang actualnya? Lalu pertambahan penduduk ini perlu perumahan, itu pasti. Kalau maunya perumahan horizontal, diperlukan lahan yang lebih luas, dan akan lebih banyak alih fungsi lahan untuk dijadikan pemukiman, Kalau ingin menghindari ini, maka solusinya adalah perumahan vertikal, alias ke atas. Tingginya pasti bisa dibatasi pada awalnya, tetapi lama kelamaan pasti dilanggar. Kenapa? Karena pertambahan penduduk itu suatu hal yang pasti, baik karena pendatang maupun karena kelahiran penduduk yg sudah ada di Bali. Dilain pihak, luas pulau Bali tetap segitu-segitu saja. Buat apa bertengkar, nantinya juga akan mengarah ke perumahan vertikal, kalau tidak sekarang, ya 5 atau 10 th lagi. Cuma perlu diatur: dimana boleh, dimana dilarang. Tidak usah ngomong keperluan investor atau siapa, untuk perumahan warga Bali saja sudah mulai repot.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *