Pilkada
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemilihan Bendesa Adat tak boleh lagi memakai sistem voting. Hal tersebut diatur dalam rancangan perda tentang desa adat yang kini masih digodok Pansus di DPRD Bali.

Pasalnya, pemilihan Bendesa Adat lewat voting selama ini kerap menimbulkan konflik. “Pemilihan Bendesa Adat seharusnya tidak dilakukan dengan sistem demokrasi barat yaitu dengan melakukan voting, baik voting berdasarkan KK maupun voting berdasarkan warga yang sudah punya hak pilih, 17 tahun,” ujar Ketua Pansus Ranperda tentang Desa Adat di DPRD Bali, I Nyoman Parta di Denpasar, Sabtu (9/3) lalu.

Baca juga:  DPO Asal Nigeria Dibekuk di Griya Ayu

Parta menawarkan agar Bendesa dipilih dengan cara musyawarah mufakat. Tawaran ini mencermati bahwa prinsip desa adat adalah saguluk sagilik, dengan semangat salunglung sabayantaka, serta sumber pengambilan keputusannya adalah awig-awig dan perarem.

Dengan kata lain, pemilihan Bendesa Adat tidak sama dengan pemilihan kepala desa yang memiliki dasar aturan seperti Undang-undang, Perpres, PP, Permendagri dan Perda. Lantaran tidak memiliki aturan tersebut, konflik yang muncul dalam pemilihan Bendesa Adat akhirnya tidak bisa diselesaikan. “Kami menerima 6 pengaduan di sini, di DPRD ini, yang isinya adalah persoalan-persoalan konflik pemilihan Bendesa. Enam kasus yang datang ke sini tidak bisa kita selesaikan karena aturan mainnya tidak ada. Oleh karena itu, kami ingin menawarkan agar Bendesa Adat dipilih dengan cara musyawarah mufakat. Tidak ada voting-votingan di desa adat biar desa adat kita rukun, biar desa adat kita tidak ada konflik,” papar Politisi PDIP asal Guwang, Gianyar ini.

Baca juga:  Dua Desa Ini Setujui Perluasan Bandara Ngurah Rai dengan Sejumlah Catatan

Selain itu, lanjut Parta, nantinya akan ada organisasi perangkat daerah (OPD) khusus yang mengurus desa adat. Terobosan ini sudah dicantumkan dalam Ranperda tentang Desa Adat. Mengingat, Dinas Kebudayaan selama ini tidak bisa mengurus sepenuhnya desa adat lantaran jumlahnya yang cukup banyak yakni 1493 desa adat.

Dinas Kebudayaan lebih fokus pada tradisi dan seni, sehingga kelembagaan desa adat tidak terurus dengan baik. “Desa dinas yang jumlahnya hanya 716 memiliki OPD khusus dari provinsi, kabupaten sampai kecamatan. Sementara 1493 desa adat tidak memiliki OPD yang mengurus tentang itu. Oleh karena itu, sekarang kita akan urus, ada OPD khusus yang mengurus desa adat,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)

Baca juga:  Komponen di Bali Dukung Revisi Perda Desa Adat
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *