Sawah di Desa Kelating, Kerambitan memasuki musim panen. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Estimasi luas lahan panen periode Januari–April 2019 yaitu 43.909 hektare. Angka luas panen ini mengalami penurunan dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 52.688 ha.

Kepala Dinas TPHP Provinsi Bali IB Wisnuardhana didampingi Kepala Bidang Produksi TPHP Provinsi Bali I Wayan Sunarta mengatakan, realisasi produksi padi di Bali pada Januari 2019 yaitu 44.512 ton. Sementara estimasi produksi padi pada Februari 2019 yaitu 38.841 ton, Maret 79.210 ton, April 115.817 ton, Mei 96.742 ton. Sehingga periode Januari–April 2019, jumlah produksi padi diestimasikan 282.746 ton.

Mengantisipasi datangnya musim kemarau yang dimulai April nanti, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bali telah mengantisipasi dengan menyiapkan fisik sarana prasarana pertanian (PSP). Selain itu, April merupakan periode panen raya sehingga tak banyak berpengaruh terhadap tanaman pertanian khususnya padi. “Kalau kemarau itu puncaknya September – Oktober. Meskipun April ini ada El Nino, musim kering, tapi pada saat itu kita sedang musim panen. Kalau musim kemarau kan bagus untuk jemur gabah sebenarnya,” tandasnya, Selasa (19/3).

Baca juga:  Kasus DBD di Tabanan Menurun 50 Persen

Jika saat panen raya terjadi musim hujan akan menjadi masalah karena gabah petani tidak akan ada yang beli. Sementara puncak tanam sudah dilewati yaitu pada Desember 2018 sampai Januari 2019. Sedangkan puncak panen yaitu April.

Setelah itu, masa tanam kembali dimulai pada bulan Juli-Agustus karena musim sedang bagus, air tersedia dan kondisi matahari juga bagus pada bulan tersebut. Diprediksi panen periode Mei–Agustus 2019 mencapai luasan 45.296 ha, lebih rendah dari realisasi panen periode sebelumnya yang sebanyak 51.825 ha.

Baca juga:  Perda Permukiman Kumuh Mentok

Berdasarkan data BPS, harga gabah di Bali pada Februari 2019 sempat mengalami penurunan harga. Kata Sunarta, ini disebabkan karena panen. Namun penurunan harga tersebut tidak terlalu signifikan, yaitu Rp 4.618 per kg.

Dengan harga gabah yang masih mencapai Rp 4000-an, dinilai masih menguntungkan petani. Karena harga pokok pembelian gabah (HPP) oleh pemerintah yaitu Rp 3.700 per kg, belum direvisi. “Kalau harganya di bawah Rp 4.500 per kg tapi panennya banyak itu engga merugi. Kalau kita panen dengan harga Rp 4.000 tapi panennya 8 ton, kan banyak dapat. Patokan kita bukan pada harga tapi pada produktivitas juga, hasil per hektarnya,” pungkasnya.

Baca juga:  Financial Track G20 akan Dimulai di Bali

Ia memprediksi tidak ada gagal panen tahun ini. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sudah semakin jarang ada karena petani dinilai semakin melek terhadap teknologi pertanian. “Kemarin belum ada sih, klaim asuransi juga belum ada,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *