MANGUPURA, BALIPOST.com – Suplai narkoba sulit dibendung karena Bali dikelilingi laut sehingga banyak pelabuhan tikus. Selain itu adanya faktor ekonomi dimana bisnis narkotika sangat menggiurkan dalam sisi pendapatan dan peredaran gelap barang terlarang ini diduga lebih banyak dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan (LP). Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali Brigjen Pol. I Putu Gede Suastawa, Kamis (21/3).
Peran aktif khususnya instansi pemerintah dalam mendukung program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) sangat diperlukan. Pentingnya team work dalam kegiatan pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). “Dalam 3 tahun terakhir kami berhasil mengungkap dua pabrik sabu-sabu di wilayah Denpasar dan Badung,” tegas Brigjen Suastawa, didampingi Kepala BNNK Badung AKBP Ni Ketut Masmini, saat Raker Program Pemberdayaan di Instansi Pemerintah yang dilaksanakan di Kuta.
Menurutnya, kondisi penyalahgunaan narkoba di Bali saat ini ada tiga lingkup besar yaitu masalah permintaan (demand), supply (penawaran) dan harm (dampak). Masalah Demand yaitu terkait jumlah pecandu narkoba di Bali tahun 2018 sebanyak 31.178 orang pekerja dan 5318 orang pelajar atau mahasiswa. Daya beli masyarakat yang cukup besar menjadi surga bagi para pengedar, serta fenomena pengguna narkoba akan mengajak orang sekitarnya menggunakan narkoba.
Sedangkan masalah suplai karena wilayah Bali yang terbuka dan berbatasan dengan laut dan adanya perkembangan narkoba jenis baru. Masalah dampak, penyalahgunaan narkoba tidak dapat disembuhkan tapi hanya dapat dipulihkan. “Untuk kasus narkoba di Bali tahun 2018, Polda Bali dan BNN Bali berhasil mengungkap 1.173 kasus. Sedangkan awal tahun 2019 sebanyak 98 kasus, dimana Polda Bali sebanyak 86 kasus dan BNNP Bali 12 Kasus. Hasil sweeping di tempat hiburan malam dari 693 orang yang di tes urine, 101 orang atau 15 persen yang positif mengonsumsi narkoba,” ungkapnya.
Kondisi ini merupakan fenomena jika masalah narkoba tidak bida ditangani BNN sendirian dan perlu partisipasi semua pihak. Semua pihak bisa ikut berkontribusi dalam penanggulangan masalah narkoba sesuai dengan fungsinya masing-masing, dimulai dari dirinya sendiri dan lingkungannya. “Peserta pelatihan saya harapkan dapat menyusun kebijakan antinarkoba sesuai fungsinya masing-masing. Melaksanakan kegiatan P4GN di lingkungannya secara mandiri serta membentuk penggiat antinarkoba sebagai perpanjangan tangan BNN minimal di lingkungannya dan tempat kerjanya,” tegas Suastawa.
Peran penggiat antinarkoba khususnya dari instansi pemerintah diharapkan memberikan kontribusi untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat ikut menyatakan perang terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Hal ini juga sebagai upaya pengembangan sebagai perpanjangan tangan BNN untuk menyampaikan tentang bahaya narkoba, terutama dilingkungan teman sejawatnya. “Sehingga lingkungan kerja akan menjadi imun dan pegawai memiliki pola pikir, sikap serta terampil menolak penyalahgunaan narkoba. Dengan demikian terwujud lingkungan kerja yang bersih dari penyalahgunaan narkoba,” ujarnya. (Kerta Negara/balipost)