JAKARTA, BALIPOST.com – Kebocoran APBN ibarat penyakit yang sudah ada sejak orde baru. Namun seiring pergantian pemerintahan, angkanya terus berkurang.

Di era Presiden Joko Widodo telah dibuat berbagai instrumen untuk menutup celah kebocoran. ”Kalau soal bocor itu sudah penyakit sejak zaman Pak Soeharto, bahkan lebih parah. Karena dulu APBN itu tidak satu pintu, tapi banyak pintu. Sehingga Pak Harto bikin Kepres banyak banget hanya untuk memastikan duit itu terawasi melalui proses politik yang transparan,” kata Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Eva Kusuma Sundari, di Jakarta, Jumat (5/4).

Baca juga:  Waspada Omicron, Polisi Sasar Keramaian Pasar Galiran

Eva mengakui sampai saat ini kebocoran anggaran masih terjadi. Namun jumlahnya tidak sebesar sebelumnya.

Pemerintahan Jokowi pun sudah mengelola APBN dengan benar. Terbukti dengan raihan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Predikat itu diberikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dalam dua tahun berturut-turut pada 2016 dan 2017. Ia pun memastikan jika e-budgeting, e-procurement dan e-planning diterapkan Jokowi untuk skala nasional seperti saat menjabat Gubernur DKI, tidak akan ada lagi celah kebocoran anggaran yang direncanakan. “Pak Jokowi punya sistem untuk memastikan tidak ada lagi niat untuk bocor itu terakomodasi,” tegasnya.

Baca juga:  RUU Pemberantasan Terorisme, Tumpang Tindih Kewenangan TNI-Polri Harus Diatur Jelas

Eva menambahkan, Jokowi berkomitmen membangun sistem pengelolaan APBN yang transparan. Ini penting diketahui masyarakat. “Yang penting itu apa solusinya. Kalau Pak Jokowi solusinya e-budgeting yang di dalamnya itu ada transparansi anggaran,” jelasnya.

Isu kebocoran anggaran ini mencuat menyusul hasil Litbang KPK yang menemukan adanya kebocoran yang cukup tinggi pada APBN. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut jika tidak bocor, APBN Indonesia seharusnya Rp 4.000 triliun.

Baca juga:  Dimasukkan DPO KPK, Mardani Bantah Melarikan Diri

Tapi saat ini, APBN hanya Rp 2.439 triliun. Basaria menyampaikan hal ini saat sambutan dalam penandatanganan perjanjian kerja sama Monitoring Online Penerimaan Pajak Daerah antara Bank Jateng dengan Pemerintah Daerah di Semarang, 1 April 2019.

Namun, dugaan kebocoran anggaran ini bukanlah hal baru. Temuan ini pernah disampaikan ke kantor Wantimpres pada 2017 silam. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *