GIANYAR, BALIPOST.com – Revitalisasi Pasar Umum Gianyar kini mulai bergejolak. Pasalnya persatuan pedagang ruko di pasar itu, menegaskan penolakan terhadap rencana revitalisasi pasar Gianyar yang menghabiskan anggaran ratusan miliar rupiah itu. Bahkan ada lima poin penolakan tertera dalam surat yang dikirim ke Bupati Gianyar itu.
Pande Nyoman Taman Bali selaku perwakilan pedagang ruko ini menyatakan, surat berisi pernyataan sikap para pedagang sudah dikirimkan pada 29 Maret 2019 lalu. Ditegaskan melalui surat itu mereka menyatakan sikap, bahwa Aliansi Ruko Pasar Gianyar menolak rencana revitalisasi Pasar Umum Gianyar, dengan lima poin alasan. Pertama, kurangnya sosialisasi yang jelas dari pemerintah. “Contoh, kami ini punya HGB (Hak Guna Bangunan-red), bagaimana status kepemilihan lahan, ganti rugi dan lainnya,” ujar Minggu (7/4).
Poin kedua, relokasi para pedagang berpotensi menimbulkan kerugian yang besar. “Bagaimana nanti di tempat relokasi. Penurunan omzet kami nanti di relokasi berpotensi pada PHK pegawai,” keluhnya pemilik usaha fashion itu.
Poin ketiga, kabar di media masa jika pemerintah sudah melakukan sosialisasi puluhan kali, kenyataannya hanya dua kali pertemuan. Poin empat, undangan bupati pada pertemuan terakhir di kantor bupati hanya satu arah (tidak ada tanya jawab-red) dan tidak spesifik membahas pasar. ” Kelima, belum ada informasi yang valid mengenai relokasi, sehingga pihaknya merasa perancangan pemerintah tidak matang dan berpotensi merugikan pedagang, ” katanya.
Surat berisi lima poin pernyataan sikap itu kemudian dikirimkan kepada bupati Gianyar dan ditembuskan kepada Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali, Ketua DPRD Gianyar, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar. Surat tersebut juga ditandatangani oleh 16 pedagang ruko lengkap dengan stempel toko mereka.“Sikap skeptis kami adalah akibat sejarah masa lalu, ketika revitalisasi pasar tahun 1982, yang ternyata pemerintah saat itu tidak memberikan tempat relokasi yang layak. Bahkan berujung gagalnya proyek ruko yang dijanjikan saat itu. Kami tidak mau kejadian dulu terulang kali ini,” pintanya.
Senada disampaikan pedagang lainnya, Ali. Pedagang yang bergerak di bidang tekstil ini mengisahkan pada 1982 lalu pernah ada revitalisasi pasar Gianyar. Dikatakan Bupati kala itu meminta setiap pedagang mengeluarkan dana Rp 4 Juta untuk membangun ruko. Padahal waktu itu mereka sudah punya HGB. ” Emas waktu itu seingat saya Rp 20 ribu per gram, bayangkan kami dimintai Rp 4 juta ,” kenangnya.
Pedagang pun memenuhi permintaan itu, hingga terkumpul dana kurang lebih Rp 120 juta pada zaman itu, untuk membangun ruko secara seragam di Jalan Ngurah Rai Gianyar. Di tengah jalan, PT yang menggarap proyek kabur tidak tanggungjawab, jadi bangunan sempat mangkrak. Yang menyedihkan, di lokasi relokasi, omzet turun drastis, dan para pedagang sampai dicari oleh distributor di Jawa. “Akhirnya kami diberikan IMB oleh bupati saat itu, disuruh membangun ruko sendiri-sendiri dan seragam. Kami tidak ingin itu terulang,” jelas pedagang yang sudah lama menetap di Gianyar puluhan tahun itu.
Disamping itu, pedagang ruko ini berbeda dengan pedagang kios pada umumnya. “Kalau pedagang ruko ini sebagian besar mereka tinggal di ruko. Lantai atas untuk tinggal, lantai bawah untuk jualan. Ketika revitalisasi pasar nanti bagaimana penghuninya?,” tandasnya. (manik astajaya/Balipost)