Ilustrasi. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Produk tembakau alternatif, terutama rokok elektrik mulai banyak beredar bahkan sudah dikenakan cukai oleh pemerintah. Sayangnya, perhatian soal produk tembakau alternatif ini masih minim.

Penelitian soal dampak dan efektvitas produk tembakau alternatif menurunkan prevalensi perokok misalnya, masih jarang dilakukan di Indonesia. Hal ini diakui peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Professor Lukman Hakim.

Ia mengungkapkan permasalahan rokok belum menjadi prioritas penelitian di Tanah Air, padahal angka prevalensi perokok cukup tinggi.

Ia mengatakan dengan semakin bertambah naiknya jumlah perokok ditambah slogan “Quit or Die” atau berhenti sekarang atau mati, menunjukkan semakin gentingnya kondisi saat ini. “Saya kira, ilmuwan harus berperan dalam mengatasi semakin meningkatnya prevalensi perokok,” katanya, dikutip dari Antara News.

Mantan kepala LIPI tersebut, menambahkan bahwa ilmuwan bisa melakukan penelitian dari luar yang disesuaikan dengan kondisi di Tanah Air sehingga apa yang diteliti bermanfaat bagi masyarakat, khususnya perokok. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan sekitar 68 juta jiwa perokok di Indonesia.

Baca juga:  Banyak PPDN Tak Divaksin Lolos di Penyekatan, Puskesmas Gilimanuk Kewalahan

Data Riskesdas itu juga mencatat Indonesia salah satu negara dengan jumlah perokok aktif terbesar di dunia dan prevalensi perokok di Indonesia memiliki tren cenderung meningkat dari 27 persen pada 1995 menjadi 33,8 persen pada 2018. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2017 menyebutkan prevalensi perokok di Indonesia pada laki-laki 64,9 persen, sedangkan perempuan 2,1 persen. Hal itu mengindikasikan Indonesia darurat rokok.

Ketua dan Pendiri Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) Lutfi Mardiansyah mengemukakan seharusnya tidak ada keraguan pemerintah untuk menindaklanjuti penelitian yang sudah dilakukan oleh negara lain. Sejumlah langkah yang diambil untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia terbukti belum mencerminkan hasil secara signifikan.

“Dari sisi kesehatan, seharusnya produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko kesehatan, terutama mengurangi penyakit yang disebabkan oleh rokok. Perlu dukungan semua pihak agar tujuan untuk mengatasi permasalahan kesehatan akibat rokok dapat segera diatasi, salah satunya kebijakan yang kuat dari pemerintah berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif,” katanya.

Baca juga:  Januari-Mei 2021, BPKN Catat Ribuan Pengaduan dengan Kerugian Rp 1 Triliun

Profesor tamu dari Universitas Nasional Singapura Tikki Elka Pangestu mengatkan saat ini sudah banyak penelitian ilmiah yang kuat, mutlak, dan jelas mengenai produk tembakau alternatif. Akan tetapi, katanya, dari banyaknya penelitian itu, tidak ada penelitian yang berasal dari Indonesia.

Padahal, katanya, produk tembakau alternatif mendukung pengurangan bahaya tembakau sebagai manfaat bagi kesehatan masyarakat, khususnya dalam pengembangan sistem untuk mengonsumsi nikotin dengan bahaya yang lebih rendah.

Mengutip penelitian dari Public Health England, rokok elektrik dan produk tembakau alternatif lainnya 95 persen lebih tidak berbahaya dibandingkan rokok. Sementara hasil penelitian di Rusia menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki pengurangan rata-rata 90 persen bahan kimia berbahaya dari rokok.

Baca juga:  Hasil Visum, Bayi Meninggal di TPA Kehabisan Nafas

Sementara penelitian di Jerman menyatakan bahwa produk tembakau alternatif 80-90 persen lebih rendah risiko daripada rokok. Kesimpulan serupa juga dinyatakan sebagai hasil dari Global Forum on Nicotine 2018 di Warsaw, Polandia.

Para peneliti dari 20 negara yang hadir dalam forum tersebut sepakat bahwa produk tembakau alternatif mengeliminasi komponen atau zat berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran rokok, sehingga memiliki potensi risiko kesehatan yang jauh lebih rendah.

Tak hanya itu, American Cancer Society (ACS) atau Komunitas Kanker Amerika juga secara resmi menyatakan bahwa produk tembakau alternatif patut dipertimbangkan menjadi salah satu cara untuk mengurangi potensi risiko kesehatan akibat rokok. Menurut ACS, produk tembakau alternatif memiliki potensi untuk mengurangi risiko kanker yang dipicu rokok secara signifikan. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *