Pangdam IX/Udayana menanam pohon di areal Pura Lempuyang. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Strategi perbaikan kualitas udara dan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) secara umum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, seperti pendekatan pengurangan risiko, kebijakan dan kelembagaan, teknologi, dan sosial ekonomi. Salah satunya, melalui upaya menjaga luasan ruang terbuka hijau dan memperbanyak kawasan rindang pepohonan sehingga udara bisa dinetralisir dari asap kendaraan, pembakaran maupun rokok.

“Salah satu program yang harus dicanangkan oleh pemerintah Bali, menjaga ruang terbuka hijau yang dapat menyerap polutan udara. Apabila semakin banyak kawasan hijau yang ditanami pepohonan maka lingkungan akan semakin bersih, serta dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” kata Ketua Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan Universitas Udayana (Unud), Dr. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc.

Menurut Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mulai 2019, di seluruh Indonesia termasuk Bali dilakukan reklamasi dan rehabilitasi hutan secara besar-besaran. Reklamasi yang dimaksud adalah melakukan pemulihan terhadap kondisi hutan yang rusak. Rehabilitasi dan penanaman pohon diorientasikan untuk penyelamatan danau, waduk, permukiman serta menjaga keindahan alam sekaligus perluasan lapangan pekerjaan.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali I Made Gunaja mengatakan, pihaknya telah melakukan penanaman pohon sesuai program pusat pada 16 Maret 2019 di Serangan, Denpasar. Ada sekitar 400 pohon yang ditanam dengan jenis intaran, mahoni, dan rambutan. Sementara untuk kegiatan rehabilitasi, tahun 2019 ini akan dilakukan pada 750 hektar hutan yang tersebar di KPH Bali Timur (Karangasem), KPH Bali Utara (Buleleng), dan KPH Bali Barat (Jembrana). “Kita upayakan ke depan bagaimana perlindungan terhadap kawasan hutan, khususnya tutupan lahan di kawasan hutan, tutupan lahan di DAS, dan tutupan lahan di sumber-sumber mata air. Apalagi DAS yang sifatnya lintas kabupaten,” ujarnya.

Baca juga:  Sampah Mendominasi Ruang Publik

Sementara untuk lahan kritis, lanjut Gunaja, per tahun 2013 luasnya hampir 44 ribu hektar di dalam dan luar kawasan hutan. Sebagai contoh di Penulisan, yang butuh upaya ekstra untuk menghijaukan kembali. Ada kalanya lahan-lahan kritis memang cukup berat dan sulit dihijaukan. Kedua, memang ada kenampakan di citra landscape lahan yang tidak bervegetasi seperti misalnya di Dawan.

Pihaknya sudah pernah melakukan pengecekan dan hendak menanam di sana, tapi ternyata itu adalah lahan masyarakat yang memang sengaja dibiarkan seperti itu untuk menghasilkan alang-alang. “Contoh lagi di Karangasem, pas musim kering kelihatan terbuka padahal itu lahan produktif sebetulnya. Saat hujan tiba, masyarakat akan banyak menanam kacang-kacangan di situ. Ini nanti kita coba pelajari lagi, apa lahan-lahan seperti itu masih katagori kritis atau sudah dikeluarkan,” terangnya.

Upaya ini pun sudah pula dilakukan Pemerintah Kabupaten Badung, seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung, Eka Merthawan. Ia mengutarakan DLHK terus memperbanyak penanaman pohon, menambah ruang terbuka hijau, mewajibkan masyarakat melestarikan pohon-pohon besar, serta mengawasi pembuangan limbah ke laut sungai maupun irigasi yang dapat menyebabkan pencemaran.

Baca juga:  Pembahasan Revisi Perda RTRWP Bali Diperpanjang, Targetkan Rampung Januari 2019

“Aksi ini rutin dilakukan untuk menekan kerusakan lingkungan. Bahkan, kami selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak latah tebang pohon perindang, membuang limbah sembarangan,” ungkapnya, Kamis (25/4).

Birokrat asal Sempidi, Mengwi itu mengakui tidak mudah mempertahankan, apalagi meningkatkan IKLH. “Tidak simsalabim langsung tercapai, kami harus jungkir balik untuk mempertahankan itu,” katanya.

Terlebih, IKLH merupakan janji bupati yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangkan Menengah Daerah (RPJMD). Janji ini akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat lewat capaian IKLH. Karena itu, berbagai upaya yang telah dilakukan agar kualitas lingkungan di Kabupaten dapat terjaga dengan baik.

“Indikator ini dapat dilihat dari IKLH yang menggambarkan kondisi lingkungan hidup pada lingkup dan periode tertentu. IKLH juga dijadikan sebagai acuan bersama bagi semua pemangku kepentingan dalam mengukur kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” jelasnya.

Menurutnya, IKLH Badung saat ini masih cukup stabil. Angka ini mengacu pada tiga indikator, yakni Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Udara (IKU) dan Indeks Tutupan Hutan/Lahan (ITH). Di Kabupaten Badung sendiri IKA memcapai nilai 17,70, IKU dengan nilai 30,76, dan ITH mencapai nilai 24,614.

“Untuk menentukan ketiga indeks tersebut diambil sampel di beberapa tempat. Seperti IKA kami ambil sampel di 50 titik dengan 10 lokasi, yakni Tukad Mati, Yeh Poh, Tukad Pangi, Tukad Penet, Tukad Dangkang, Tukad Bangiang, Tukad Ukian, Tukad Uma Alas, Dam Luk-Luk, dan Tukad Ayung,” jelasnya.

Baca juga:  Rawan, Kebakaran di Denpasar Capai 20 Kali Per Bulan

Tak hanya itu, pihak LHK juga melakukan pengambilan sampel di 10 pantai. Seperti Tanjung Benoa, Nusa Dua, Jimbaran, Kedongana, Petitenget, Kuta, Seseh, Legian, Pandawa, Tuban. ““Untuk IKU kami pakai lima lokasi, yakni Jalan Raya Kuta, Simpang Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai, Jimbaran, Pasar Bringkit. Caranya dengan sistem pengamatan yang dianalisis adalah kandungan No2 dan So2. Titik yang diambil kualitas udara ambien pada musim hujan dan kemarau 29 titik. Yang tertinggi memberikan kontribusi polusi adalah Jalan Raya Kuta, karena padatnya lalulintas,” terangnya.

Di seluruh kabupaten/kota se-Bali gerakan penghijauan rutin digelar. Tak hanya melibatkan pemerintah, namun juga sektor swasta. Seluruh stakeholders bersama-sama melakukan upaya untuk menciptakan Bali yang tidak hanya dilirik karena budayanya, tapi juga alamnya yang asri serta kualitas lingkungan hidupnya yang terjaga.

Penanaman pohon, bukan satu-satunya cara untuk menjaga kualitas udara. Upaya-upaya kecil dari tingkat individu untuk mengurangi pencemaran udara, seperti tidak membakar sampah sembarangan, beralih ke produk tembakau alternatif untuk para perokok, dan menghemat penggunaan transportasi berbahan bakar fosil, juga penting dilakukan. (Winatha/Rindra Devita/Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *