DENPASAR, BALIPOST.com – Keberadaan Perda Desa Adat yang beberapa waktu lalu disahkan dan Selasa (4/6) mulai diberlakukan di seluruh Bali, membawa optimisme. Diharapkan semakin memperkuat eksistensi Desa Adat di tengah kondisi Bali saat ini.
Perda baru yang bernama Perda Desa Adat ini dibuat sebagai pengganti perda sebelumnya, yaitu Perda Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman.
Menurut Pengamat Adat Bali, Prof. Dr. Wayan P. Windia, Perda Desa Adat ini kalau dibaca secara sepintas draf perda tersebut, tampak kalau perda desa adat ini lebih lengkap dibandingkan dengan perda desa pakraman. Hal ini berarti lebih baik, dan lebih memperkuat desa adat di Bali.
Terutama dalam hubungan dengan status desa adat, tugas dan kewenangan, tata kelola organisasi antara desa adat di Bali maupun internal masing-masing desa adat, dan masalah pendanaan, Senin (3/5). Lebih lanjut, Prof Windia mengemukakan bahwa perda ini dapat disebut sebagai hulu dari berbagai perda, pergub dan sejenisnya tentang budaya Bali yang akan disusun kemudian.
Sementara, Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn., yang merupakan Tenaga Ahli Dewan dalam Pembentukan Ranperda Desa Adat mengatakan, kehadiran Perda Desa Adat di samping memperkuat adat di Bali, nantinya juga diharapkan dapat saling “gisi” antara masyarakat Adat Bali.
Saling “gisi” di bidang ekonomi, aaling “gisi” saling dukung di bidang politik, saling “gisi” di bidang keamanan, saling “gisi” mempertahankan adat dan budaya (culture identity) dengan tetap respon pada perubahan, dan saling “gisi” dalam mempertahankan Taksu Bali. “Nyama Peturu Bali harus saling gisi,” katanya.
Akademisi Fakultas Hukum Udayana ini menjelaskan, salah satu wujud memperkuat desa adat adalah dengan memperkuat kelembagaan adat, berupa Paiketan Pamangku, Paiketan Serati, Paiketan Wredha, Pacalang, Yowana Desa Adat, Paiketan Krama Istri, Pasraman; dan Sekaa dan Lembaga Adat lainnya. “Selanjutnya salah satu hal yang harus kita wujudkan adalah dengan diperkenalkannya dan diatur di dalam Perda Desa Adat bahwa Desa Adat dapat memiliki Pasraman, sebagai lembaga pendidikan yang akan memperkuat pondasi-pondasi Desa Adat,” katanya.
Istilah Desa Adat dikembalikan lagi dalam Perda Desa Adat. Pengertian Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Agung Dharmada/balipost)