Sejumlah perangkat desa dan tokoh masyarakat mengadu ke DPRD Buleleng soal PBB-P2. (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Protes atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) di Buleleng semakin menjadi-jadi. Buktinya, wajib pajak (WP) telah mengajukan keberatan ke Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng.

Sekarang, warga dan aparat desa mengadukan masalah yang sama ke DPRD Buleleng. Seperti dilakukan Perbekel Desa Anturan, Kecamatan Buleleng Made Budi Arsana bersama perangkat desa dan tokoh masyarakat mengadukan keberatan pungutan PBB-P2 kepada Komisi III DPRD Buleleng, Selasa (11/6).

Rombongan perbekel bersama perangkatnya diterima Wakil Ketua DPRD Ketut Susila Umbara dan anggota Komisi III seperti Gede Suradnya, Putu Tirta Adnyana, Made Parwa, dan Gede Odi Busana. Turut mendampingi anggota Tim Pakar DPRD Putu Sudirka.

Salah satu tokoh masyarakat, Ketut Supandra, mengatakan, terkejut setelah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) atas tanah pertanian miliknya. Pasalnya, tagihan pajaknya naik signifikan. Jika tahun lalu dia hanya membayar pajak Rp 150.000, tahun ini tagihan pajaknya melonjak menjadi Rp 856.000.

Baca juga:  Diduga Ambil Jalur Terlalu ke Kanan, Mobil Adu Jangkrik

Nilai pajak sebesar itu diakuinya sangat memberatkan sebagai wajib pajak. Apalagi, sejatinya tanah tersebut tidak terlalu produktif. Tidak heran kalau tagihan pajak sebesar itu dibandingkan hasil dari tanah miliknya tak sebanding. “Kalau pendapat saya ini bukan lagi memberatkan, namun kenaikannya sudah “gila”. Bayangkan tanah saya yang berbatu dan kalau ditanami ketela saja tidak tumbuh, sekarang harus membayar pajak sampai Rp 856.000,” katanya.

Atas kondisi itu, Supandra meminta agar DPRD Buleleng membela masyarakat sehingga kenaikan pajak ini tidak merugikan rakyat. Tidak cukup dengan memberikan keringanan pajak, ia meminta agar penetapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang sudah ditetapkan pemerintah ditinjau ulang.

Baca juga:  Perkara Narkotika Dominasi Pemusnahan Barang Bukti di Kejari Gianyar

Senada diungkapkan Kelian Desa Pakraman Anturan, Jro Ketut Mangku. Dia juga mengaku keberatan dengan kenaikan NJOP atas satu bidang tanah miliknya. Jika tahun 2018 yang lalu pajak yang dibayar Rp 300.000, namun tahun ini tagihan pajaknya membengkak menjadi Rp 1.300.000.

Dirinya sendiri tidak mengetahui perhitungan yang dilakukan pemerintah hingga terbit SPPT dengan nilai yang sangat memberatkan itu. Untuk itu, Mangku meminta pemerintah memperhatikan protes masyarakat dan perhitungan pajak tahun ini dikaji ulang.

Menganggapi keberatan itu, Ketut Susila Umbara mengatakan, protes warga atas kenaikan PBB ini dialami sebagain WP di daerahnya. Ia meminta Tim Pakar DPRD melakukan kajian teknis terkait penetapan NJOP yang memicu protes warga. “Bukan di Anturan saja, di desa lain saya yakin warga keberatan. Kami sudah meminta Tim Pakar mengkaji ini. Kami akan panggil BKD dan tim appraisal yang ditunjuk menghitung NJOP, dan instansi lain untuk meminta penjelasan terkait kenaikan ini,” sebutnya.

Baca juga:  Mal Baru Tambah Titik Kemacetan di Denpasar

Sementara itu, Putu Tirta Adnyana mengatakan, DPRD bersama pemerintah memang telah merevisi peraturan daerah (perda) tentang PBB P2. Akan tetapi, penentuan NJOP ditetapkan pemerintah. “NJOP ini ditetapkan pemerintah dan DPRD hanya merevisi perda tentang pajaknya. Keberatan ini semakin massif, jadi harus ada penanganan serius dengan mengkaji ulang penetapan NJOP itu,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *