Gubernur Bali, Wayan Koster

DENPASAR, BALIPOST.com – Penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 menjadi tonggak keseriusan dan keberanian Gubernur Bali Wayan Koster dalam melaksanakan inovasi-inovasi untuk membuat ajang kesenian tahunan ini menjadi lebih menarik, bermakna dan bermanfaat bagi krama Bali. Sejumlah inovasi tersebut dikonsep langsung oleh Koster dan pelaksanaannya diawasi secara khusus oleh lelaki yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu.

Untuk memastikan bahwa konsep-konsep inovasi itu dijalankan dengan benar, Koster beberapa kali turun langsung ke lapangan. Bertemu dengan para pengusaha kecil peserta pameran dan meninjau gladi pementasan. Hal ini belum pernah terjadi pada PKB sebelumnya.

Inovasi pertama yang dilakukan Koster adalah memastikan bahwa tema besar PKB diimplementasikan dan tercermin pada semua kegiatan PKB. Tema Besar PKB tahun ini adalah Bayu Pramana: Memuliakan Energi Angin. Tema ini sendiri merupakan penjabaran dari visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

“Tema ini diimplementasikan secara nyata dan konsisten dalam berbagai pagelaran, pameran, workshop, sarasehan, dan lomba yang diselenggarakan selama Pesta Kesenian Bali. Implementasi dan integrasi tema secara sinkron ke dalam semua kegiatan Pesta Kesenian Bali merupakan satu inovasi baru agar rangkaian acara Pesta Kesenian Bali tidak terasa monoton,” papar Koster dalam sambutannya saat malam pembukaan PKB ke-41 di Ardha Chandra, Taman Budaya Bali.

Inovasi lainnya adalah dibangkitkannya kembali seni tradisi sebunan berbasis Desa Adat. Sebunan adalah istilah untuk kelompok-kelompok kesenian yang semua anggotanya (penari, penabuh, dalang) berasal dari dan tinggal dalam satu Desa Adat.

Baca juga:  Melawan Pakai Batu, Jambret di 30 TKP Ditembak

Pemberian ruang pada seni sebunan bertujuan untuk memperkuat upaya pelestarian seni tradisi orisinil yang hidup di masyarakat sebagai penopang adat, agama, tradisi, dan kearifan lokal lainnya. “Sekehe sebunan, memiliki ciri ikatan yang kuat sesama anggota, guyub, dan bergotong-royong yang harus dipelihara untuk memperkuat kohesi sosial kehidupan masyarakat Bali. Hal ini sangat penting dalam memelihara tata kehidupan masyarakat yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal segilik-saguluk, parasparos, salunglung-sabayantaka, sarpana ya,” kata Koster.

Selain itu, Pesta Kesenian Bali ke-41 juga menampilkan wajah keistimewaan yang berpihak kepada masyarakat kecil yaitu para peserta pameran yang merupakan pelaku industri kecil-menengah (IKM) tidak lagi dipungut biaya alias gratis. Tujuannya adalah untuk membantu meringankan beban biaya para pelaku industri kecil-menengah dari seluruh Kabupaten/Kota se-Bali guna memotivasi dan menggerak-kan industri kreatif berbasis budaya branding Bali, yang bermutu dan berdaya saing, berorientasi ekspor.

“Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan Pesta Kesenian Bali sebagai pesta rakyat, rakyat bergembira-bersukacita dalam mengikuti, menyaksikan, dan menikmati keseluruhan suasana penyelenggaraan pesta seni sebagai pestanya Krama Bali sesuai spirit Bali Era Baru,” tegasnya.

Ucapan Koster tersebut disambut gemuruh tepuk tangan dan teriakan dari sekitar 7,000 warga Bali yang memadati panggung terbuka Ardha Chandra. Luapan kegembiraan ini bisa dipahami mengingat selama bertahun-tahun biaya sewa stand pameran dan seleksi peserta pameran selalu menjadi bahan polemik berkepanjangan.

Baca juga:  Sweeping Karaoke, Polisi Bawa Anjing Pelacak

Keberanian Koster untuk menggratiskan biaya sewa stand pameran adalah angin segar yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh para pelaku industri kecil. Selain itu, format penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali tahun ini ditata secara kreatif dan inovatif sebagai bagian dari implementasi kebijakan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Bali mengenai; Penggunaan Busana Adat Bali, Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, serta Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.

Hal ini tampak secara langsung dalam penyelenggaraan sehari-hari PKB. Jumlah tong sampah yang diperbanyak serta tidak adanya penggunaan tas plastik sekali pakai di stand-stand kuliner.

Lomba menghias gebogan juga menggunakan buah produk petani lokal.
Inovasi tersebut menunjukkan bahwa acara seni budaya dapat digunakan secara efektif sebagai media penyebarluasan pesan dan tindakan positif, mulai dari pesan tentang keberpihakan pada produk pertanian lokal dan industri kecil dan menengah (IKM) hingga pentingnya gerakan bersama untuk melindungi alam kita dari ancaman sampah plastik.
“Wahana seni budaya sebagai media untuk melakukan perubahan sosial memang paling tampak di Bali. Di Tanah Dewata inilah, kesenian berfungsi seperti oksigen, yang ada di mana-mana dan wajib dihirup sepenuh dada sehingga mampu merasakan Bali yang sejati-jatinya,” papar Koster.

Selain sebagai wahana pelestarian dan pengenbangan seni-budaya Bali, serta sebagai media untuk menyebarluaskan pesan-pesan yang terkandung dalam Pergub dan Perda, Koster juga meniatkan PKB sebagai wahana rekonsiliasi nasional. “Dinamika politik itu memang seringkali membelah kehidupan masyarakat, tetapi jangan lupa ada seni yang dapat menyatukan Kita kembali,” ujarnya.

Baca juga:  Puluhan Karyawan Perusda Bali Belum Gajian

“Melalui Pesta Kesenian Bali ini, mari Kita tebarkan spirit kedamaian dan toleransi dalam kebhinnekaan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,” tegasnya.

Berbagai inovasi yang dikonsep Koster tersebut memang berhasil membuat PKB tampil jauh lebih segar dan cerah, bak memiliki wajah baru. Wajah baru ini tampak jelas pada malam kedua PKB.

Lorong dan jalan di Taman Budaya tampak bersih dari sampah dan stand-stand pameran tertata dengan baik. Suara pindekan–baling-baling bambu–implementasi nyata Bayu Pramana—saling bersahutan dengan alunan gamelan. Masyarakat pun bisa menikmati berbagai pementasan kesenian dengan lebih nyaman dan tenang.

Pada malam kedua itu, Koster memberikan sambutan pada pementasan dari Institut Seni dan Budaya (ISBI) Papua di Kalangan Ayodya. Usai menguraikan tentang inovasi-inovasi yang dilakukannya, serta tekadnya untuk mengalokasikan lebih banyak dana bagi pesta kesenian-pesta kesenian di tingkat kabupaten dan kota, Koster menegaskan betapa pentingnya seni-budaya. “Tanpa kesenian dan kebudayaan, kami orang Bali tidak akan ada lagi,” tegasnya.

Rangkaian tepuk tangan gemuruh yang menyambut pernyataan-pernyataan Koster menunjukkan bahwa upayanya memberi wajah baru pada PKB memperoleh dukungan luas masyarakat. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *