JAKARTA, BALIPOST.com – Bukan hanya otoritas udara nasional yang didekati Kemenpar untuk menambah seat capacity dan air bridge connection. Pengatur lalulintas udara di Bandara Kuala Lumpur Malaysia pun diajak bicara untuk menambah slot penerbangan dari dan menuju Indonesia.
Garuda Indonesia Kuala Lumpur pun diajak berkolaborasi dalam Offshore Meeting Airlines Committee (AOC), 5-7 Mei 2017 di Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta. Muaranya, menemukan solusi bottlenecking di akses udara ke Indonesia.
Kaitan dengan air connectivity apa? Ini adalah wadah organisasi seluruh Airlines yang berada di bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) – KLIA2 Malaysia. Merekalah mitra kerja Airport Authority dan beberapa perusahaan penyelenggara pelayanan di bandara. Perannya sangat strategis, karena itu mereka pun perlu duduk bersama membahas problem bottlenecking di akses udara ke Indonesia.
Responnya sangat bagus. AOC langsung mengerahkan seluruh pimpinannya. Para pejabat bandara KLIA – KLIA2 plus perwakilan airlines internasional di Malaysia juga ikut terbang ke Jakarta.
Chairman dan Exco AOC ikut hadir di tengah acara. Dari Malaysian Authorities, ada unsur immigration, airports, customs, health, police dan DCA yang ikut diundang hadir ke tengah acara.
Sementara airlines representative di Malaysia, ada Emirates, Royal Brunei, Royal Jordan, Etihad, Japan Airlines, Singapore Airlines, Air Asia, Vietnam Airlines, Silk Air, China Southern, Bristish Airways, Eva Air, Regent Airlines, Air China, Cathay Dragon, Malindo Air, Pakistan Airlines, Bangkok Airways,Xiamen Airlines, Viet Jet, Myanmar Airlines, Air Mauritius, serta Air Astana.
Misinya sama. Membantu meningkatkan dukungan konektivitas udara internasional ke Indonesia. “Ini untuk meningkatkan dukungan konektivitas udara internasional ke Indonesia sekaligus mempromosikan Bandara Internasional Soekarno-Hatta,” ungkap Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar, I Gde Pitana, yang didampingi Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Tenggara, Rizki Handayani Mustafa, Jumat (5/5).
Lantas mengapa ngotot mengejar dukungan konektivitas udara ke Indonesia? Mengapa juga harus diarahkan ke Bandara Internasional Soekarno Hatta? “Karena kita butuh banyak tambahan seats capacity. Dan sejak 2016, Bandara Internasional Soekarno Hatta sudah memiliki terminal 3 ultimate dan sarana pendukung lainnya. Karenanya dipandang perlu untuk mempromosikan Bandara Internasional Soetta ke maskapai penerbangan internasional melalui kegiatan ini,” tambah Pitana.
Soal konektivitas udara, Indonesia memang menghadapi problem superserius. Namun, itu bukan berarti kiamat. Masih ada banyak kementerian dan lembaga lain yang ikut membantu mengurai persoalan ini.
Kemenhub, Kemen-PUPR, Kemen BUMN, Kemen LHK, Angkasa Pura I dan II, Airnav, perusahaan airlines, serta pemda yang concern dengan pariwisata, semua kerja keroyokan. Semua ikut gotong royong dengan semangat Indonesia Incorporated: for Better Tourism Connectivity. “Tidak ada pilihan lain, kita harus mencari jalan terbaik menuju ke sana!” ungkapnya.
Kebetulan, benchmarkingnya sudah ada. Contohnya bisa mengarah ke Jepang yang sukses mancapai target pertumbuhan double growth. Target durasi yang dipatok 10 tahun, tercapai 4 tahun. Dan semua itu, bisa tercapai lantaran sukses mengembangkan Air Connectivity.
Dari mulai deregulasi berupa membebaskan Visa Kunjungan dari originasi China dan ASEAN sejak 2013 hingga membangun LCC low cost carrier, yang mendorong travellers lebih banyak ke Tokyo, semua dilakukan. Hasilnya? Japan National Tourism Organization (JNTO) mencatat, jumlah wisman ke Jepang naik 47% tahun 2015.
Nah, arah Offshore Meeting Airlines Committee (AOC), 5-7 Mei 2017, kira-kira sama seperti strategi yang sudah dilakukan Jepang. Bila Jepang mengarahkan LCC ke Tokyo, Indonesia akan fokus ke inbond menuju bandara Internasional Soekarno-Hatta. “Kita bisa belajar dari Jepang. Benchmark dari Negeri Matahari Terbit itu, target double inbound tourism. Jadi target Presiden Jokowi dengan 20 juta di 2019 itu sebenarnya masuk nalar. Ada contoh yang konkret di Jepang,” sambung Menpar Arief Yahya.
Offshore Meeting AOC Kuala Lumpur, Malaysia ini diharapkan dapat menarik minat perwakilan airlines internasional yang ada di Malaysia untuk membuka rute penerbangan langsung ke Soekarno-Hatta serta destinasi wisata lain di Indonesia. Selain itu, kegiatan yang digagas Garuda Indonesia Kuala Lumpur sebagai organizer committee, dan didukung penuh oleh Kemenpar itu memprioritaskan peningkatan kerjasama di bidang konektivitas udara internasional. Utamanya Malaysia, ke destinasi-destinasi wisata di Indonesia. (kmb/balipost)