Sekaa Qak Danjur Pegok memperlihatkan kemampuannya memainkan Genggong. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebuah kreativitas inovasi sederhana dengan bunyi yang khas dan unik bergelora di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Senin (24/6). Ratusan penonton berdesak-desakan menyaksikannya.

Mereka kebanyakan dari pecinta dan penikmat musik seruling legendaris khas Sekaa Qak Danjur asal Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Sebanyak 56 orang seniman dewasa dan anak-anak dari Sekaa Qak Danjur terlibat dalam pementasan rekonstruksi permainan musik “Genggong” tersebut.
Meskipun anggota Sekaa Genggong Qak Danjur Pegok ini merupakan regenerasi baru, namun mereka lihai dalam memainkan alat musik tersebut. Mereka memainkan alat musik ini dengan cara yang unik.

Genggong ditempelkan pada bibir sambil menggetarkan melalui tarikan tali atau dengan teknik ngedet, serta menggunakan metode resonansi tenggorokan untuk menghasilkan nada. Di sinilah daya tarik permainan musik Genggong ini yang membuat para penonton tak beranjak dari tempat duduknya hingga pementasan selesai.

Baca juga:  Putri Koster Apresiasi Penggunaan Buah Lokal di Lomba Gebogan

Apalagi, Sekaa Qak Danjur tidak hanya menampilkan musik Genggong, namun juga mementaskan fragmentari komedi tentang perjalanan budaya orang Bali ke Eropa. Menariknya, pementasan fragmentasi komedi ini melibatkan seniman asal Belgia. Mereka pun berkolaborasi dengan apik.

Koordinator Sekaa Qak Danjur, Made Agus Wardana, mengatakan kreativitas musik Genggong ini sejatinya tercetus pada 1930-an oleh seniman muda asli Pegok, Sesetan yang bernama I Pekak Regeg yang dikenal dengan Pekak Danjur (kakeknya). Alat musik Genggong terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 18-20 cm dan lebar 1,5-2 cm dan memiliki bunyi yang khas.

Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian genggong ini, dikatakan bahwa Pekak Danjur terus berupaya membentuk komunitas seni Genggong yang terdiri dari 4-8 orang. Pembentukan komunitas ini bertujuan untuk menghibur diri melepaskan kepenatan setelah bekerja sebagai petani. Di samping juga sebagai ajang bersosialisasi, bertemu sapa, hingga menjalin tali kasih dan cinta.

Baca juga:  Hari Ini, Gubernur Berikan Penjelasan Tiga Ranperda

Namun demikian, seiring berkembangnya zaman yang sangat dinamis dan pengaruh budaya asing, komunitas Genggong Pegok ini secara pelan-pelan redup menghilang selama puluhan tahun. Ditambah lagi minat anak muda untuk mempelajari khasanah seni budaya “Genggong” mulai dilupakan.

Padahal, pada tahun 1988, STT Widya Bhakti Banjar Pegok pernah mewakili Kabupaten Badung dalam lomba sekaa truna Provinsi Bali yang membawakan permainan musik Genggong. Dimana pada saat itu, pihaknya sekeluarga memiliki ide untuk mencoba menggali beberapa lagu Genggong. Namun, setelah itu hingga saat ini permainan musik Genggong redup. “Melihat fakta dan kondisi tersebut, sangatlah pantas kami sebagai anak cucu Pekak Danjur memberi perhatian istimewa dan merekonstruksi Genggong yang kita sebut dengan Genggong Qak Danjur. Kebetulan saya tinggal selama 22 tahun di Belgia bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia pada bidang penerangan sosial budaya dan ada kesempatan saya pulang dan ditunjuk oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Jadi kita merekonstruksi Genggong yang unik ini,” ujar Made Wardana seusai pemetasan, Senin (24/6).

Baca juga:  Jadwal PKB, Sabtu 22 Juni 2019

Setelah diamati, dikatakan bahwa ada 20 lagu Genggong yang telah dikembangkan Sekaa Qak Danjur. Pihaknya pun mempelajari dan mengembangkannya lewat maestro Genggong, I Ketut Ragia yang merupakan salah satu anak dari Pekak Danjur. “Saya bersama kakak-kakak saya pun mencoba mempelajarinya, dan mengedukasi anak-anak di Banjar Pegok. Edukasi musik Genggong ini sangat penting agar mereka belajar tentang keunikan musik Genggong,” katanya.

Dari 20 macam lagu Genggong yang ada, pada pementasan PKB ke-41 ini direkonstruksi sebanyak 7 buah lagu Genggong. Di samping juga menampilkan paduan suara yang direkoneksi dengan musik Genggong dan diiringi musik Gegontangan. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *