Model penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMP di Kota Denpasar kacau sedikit, kalau tak mau dikatakan kisruh. Ini semua karena PPDB menggunakan sistem zonasi yakni kedekatan dengan sekolah dan rumah warga.

Namun, sebenarnya masih banyak yang perlu dipikirkan sebelum Pemkot Denpasar menerapkan sistem ini. Toh Jatim menerapkan PPDB versi sendiri dengan menggunakan nilai Ujian Nasional.

Pertama, jika dipakai ukuran jarak, saya kasihan dengan warga Kesiman Petilan, Kesiman Kertalangu, dan Penatih jelas tak pernah mendapat kesempatan sekolah di SMP negeri. Pasalnya, dari data sementara hasil pengumuman jarak, yang diterima terjauh yakni 540 meter. Di luar dari itu semuanya out. Ini menurut saya kesalahan pemerintah yang tak mendirikan sekolah secara merata.

Baca juga:  Menyambut Asesmen Kompetensi Minimum

Kedua, jalur PPDB ini memberikan kesempatan warga luar Denpasar ikut hanya dengan bekal surat domisili. Lalu, siapa yang mempertanggungjawabkan kebenarannya itu. Bisa jadi mereka memilih domisili sementara di dekat sekolah, toh tak ada yang mengecek.

Makanya saya setuju pendapat Kepala SMP PGRI 9 Denpasar, A.A. Sumitra, agar PPDB Denpasar mengutamakan warga wed atau ngarep. Berikan porsi tertentu juga untuk warga pendatang dengan jumlah terbatas. Ayo Denpasar segera berbenah, kasihan citra Denpasar sebagai smart city tercoreng akibat warganya merasa ketidakadilan pada PPDB 2019.

Baca juga:  Bersitegang, Urus Akta Kelahiran Antri Sampai Enam Jam 

Nang Eca

Kesiman

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *