MANGUPURA, BALIPOST.com – Untuk penguatan kelistrikan oleh PLN di Bali, peningkatan kapasitas dari Jawa-Bali mutlak harus dilakukan, mengingat kondisi beban puncak di Bali terus tumbuh. Pada 2019 ini beban puncak diperkirakan 932 MW dan tahun 2028 diprediksi 1.625 MW.
“Beban puncak ini harus diantisipasi dalam bidang perencanaan agar pencukupan suplay daya tetap terjamin,” kata GM PT PLN ( Persero) Unit Induk Distribusi Bali Nyoman S. Astawa di sela-sela acara “Multistakeholders Forum” di Kuta, Badung, Rabu (26/6) malam.
Untuk itu, rencana transmisi 500 KV akan dilanjutkan lagi sampai di kawasan Antosari, Tabanan. Rencana ini awalnya dengan metode crossing dari Jawa ke Bali. Kabel rencananya langsung menyeberang melalui tower dari Watu Dodol ke tower di Segara Rupek, Bali. “Rencana ini harusnya sudah berjalan sejak tahun 2018. Namun, ini tidak bisa dilakukan karena adanya penolakan dari masyarakat Bali. Untuk itu, kami melakukan penyesuaian,” pungkasnya.
Sebagai alternatif, untuk menghormati kearifan lokal, rencana itu kemudian didesain ulang. Ada beberapa opsi. Yang paling murah adalah opsi yang langsung transmisi di atas laut. Karena ini sudah tidak memungkinkan, maka ada dua opsi lain, yaitu Hybrid dan membangun kabel laut.
Diterangkannya, untuk pemasangan kabel laut waktu pengerjaannya cukup lama. Sebab, untuk menggelar kabel di Selat Bali dalam setahun hanya bisa dilakukan pemasangan selama dua bulan. Di luar waktu dua bulan itu arus laut cukup besar. Jadi, total waktu yang dibutuhkan untuk memasang kabel laut adalah selama 5,5 tahun.
Alternatif lainnya, lanjut Astawa, akan dikerjakan dengan sistem Hybrid. Dari Jawa tidak lagi mencari jarak terdekat di Bali yaitu di kawasan Segara Rupek. Namun, akan mencari di mana nantinya kabel akan landing, yaitu langsung di Gilimanuk.
Untuk konstruksi dan desain sistem Hybrid ini akan ada tiga tower di tengah laut. Dua tower tingginya sekitar 200 meter dengan jarak 1,6 km. Dari sana kira-kira hampir 1 km sebelum masuk Bali, kabel atau jaringannya masuk ke laut.
“Dua hal menjadi konsen pengerjaan akibat adanya keberatan masyarakat Bali dengan tidak adanya tower di kawasan Segara Rupek. Landing kabelnya tidak di Segara Rupek, namun di kawasan Gilimanuk di dekat kabel laut eksisting. Kedua, tidak ada lagi Jawa-Bali yang disatukan secara fisik, karena kabel yang dipasang akan melalui laut,” pungkas Astawa.
Langkah Hybrid ini menjadi alternatif untuk koneksi Jawa-Bali. Setelah mempertimbangkan sejumlah aspek kearifan lokal yang ada di Bali, maka pihaknya berharap program PLN ke depan bisa berjalan dengan baik tanpa ada penolakan.
Selain koneksi Jawa-Bali, PLN akan membangun transmisi dari Pemaron sampai Amlapura. Ini akan membuat seluruh Pulau Bali dikelilingi oleh transmisi. Jadi, Bali akan memiliki beberapa jalur alternatif penyaluran apabila ada ganguan. Pihaknya juga akan membangun gardu induk (GI) di Pecatu yang diharapkan beroperasi Agustus mendatang. GI di Pecatu sejalan dengan pengembangan pariwisata di daerah Badung Selatan.
Ada juga pembangunan GI di Tanah Lot berkaitan dengan pengembangan pariwisata di sana. Selain itu, ada GI untuk mendukung pengembangan pariwisata di Kuta, Legian, Seminyak, Kerobokan, Peti Tenget dan Cangu. Untuk Mendukung kawasan serangan akan dibangun GI di dekat Pura Sakenan. Sementara untuk mengantisipasi pengembangan hotel dan sarana pariwisata di By-pass I.B. Mantra akan dibangun GI di daerah Sanur.
“Ada juga pembangunan GI di dua kabupaten yang belum memiliki GI yaitu Bangli dan Klungkung. Di Kubu, Karangasem, serta di Jembrana, masing-masing PLTS 25 MWp rencananya dibangun di sana,” tambah Astawa. (Edi Karnaedi/balipost)