Sanggar Tedung Agung menampilkan drama tari Gambuh Anyar, Kamis (4/7). (BP/wan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Raden Wirantaja (Panji) bertemu tunangannya Dyah Rangkesari. Dalam pertemuan itu Dyah Rangkesari menyampaikan perasaan gusarnya karena dilamar Prabu Lasem.

Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Rangkesari berpura-pura menerima lamaran Prabu Lasem dengan syarat harus mampu mengalahkan musuh yang akan menyerang kerajaan.
Persyaratan itu kemudian disampaikan Dyah Rangkesari kepada Prabu Lasem dan disanggupi. Prabu Lasem segera berangkat ke medan perang dengan menunggang kuda.

Tiba-tiba di tengah perjalanan muncul seekor burung gagak yang memuntahkan darah di depan Prabu Lasem. Prabu Lasem menyadari hal itu sebagai pertanda buruk. Tetapi karena keinginannya sangat besar untuk mempersunting Dyah Raksesari maka perjalanan dilanjutkan ke medan perang.

Baca juga:  Seniman Patung Tradisi Bali Berkurang, Ancaman bagi Roh Gumi Bali

Musuh yang ditunggu-tunggu pun tiba. Perang dahsyat pun tak bisa dihindari. Prabu Lasem akhirnya gugur di tangan musuh yang tiada lain adalah Raden Wirantaja yakni kekasih Dyah Rangkesari.

Demikian kisah cerita dramatari Gambuh Anyar berjudul “Gugurnya Prabu Lasem” yang ditampilkan Sanggar Tedung Agung, Puri Saren Agung Ubud, Gianyar di Kalangan Ratna Kanda Art Center Denpasar, Kamis (4/7). Gambuh ini diiringi dengan gamelan Semaradhana yang memakai laras pelog tujuh nada.

Perangkat gamelan ini pertama kali dibuat I Wayan Berata (alm) dari Denpasar dan pertamakali berkembang di Desa Ubud yakni di Puri Saren Agung Ubud. Gending-gending yang dimainkan merupakan gending-gending pegambuhan yang ditransfer ke dalam gamelan Semaradhana.

Baca juga:  Sunari, Salah Satu ‘’Uparengga’’ Yadnya

Penampilan Sanggar Tegung Agung ini didukung oleh empat sekaa gong yaitu Sadha Budaya, Bina Remaja, Panca Artha dan Jaya Swara. Sebagai penata tari I Gusti Ayu Srinatih (alm), I Made Sidia dan Wayan Sutirta. Sedangkan penata tabuh I Wayan Rai S, I Wayan Pasek Sucipta dan I Wayan Sumadi.

Pementasan Gambuh Anyar ini diawali dengan sebuah pawai yang menggambarkan sebuah upacara Dewa Yadnya piodalan di Merajan Agung Puri Ubud. Pawai bergerak mulai depan Pura Taman Budaya menuju kalangan Ratna Kanda. Bersamaan dengan itu penabuh gamelan Semaradhana mulai menyuguhkan gending-gending Petegak di Kalangan Ratna Kanda.

Baca juga:  Mayat Tanpa Busana Ditemukan di Pantai Palisan

Setelah pawai tiba di Kalangan Ratna Kanda maka Gambuh dimulai dengan Tari Penyambutana Selat Segara. ‘’Kami ingin mempersembahkan sesuatu yang beda. Karena itu ada pawai menuju ke tempat pementasan,’’ ujar Ketua Sanggar Tedung Agung Ir. Tjokorda Bagus Astika.

Tampak hadir menyaksikan pementasan ini pengayom Sanggar Tedung Agung Drs. Tjokorda Gde Putra Sukawati (Penglingsir Puri agung Ubud), Penasihat Sanggar Prof. I Wayan Rai S dan Tjokora Gde Agung Ichiro Sukawati, Tjok Ace yang Wakil Guburnur Bali dan lain sebagainya. (Subrata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *