DENPASAR, BALIPOST.com – Inovasi dan kreativitas sangat diperlukan dalam dunia usaha. Itu pula yang dijadikan bekal oleh I Nengah Gama (58) dalam membangun bisnis jam dinding berikon aksara Bali.
Sejak dua bulan lalu, Gama mulai mendesain jam. Kemampuan fotografinya ia padukan dengan membuat desain jam beraksara Bali.
Pria kelahiran Tabanan ini juga menggunakan media yang unik berupa barang bekas seperti piringan hitam, bahan daur ulang kayu, gear motor, dll. “Yang jelas barang–barang berbentuk bulat. Saya langsung kepikiran menjadikan barang itu jam,” ujarnya ketika ditemui di stan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41, Kamis (5/7).
Studio sekaligus galeri Gamma Art Clock, tempat ia memajang jam dinding itu berlokasi di Jalan Raya Munggu, Kapal. Di tempat itu pula pria lulusan ASRI Yogyakarta ini memproduksi jam dindingnya.
Bahan baku didapatkan dari mengumpulkan barang–barang yang sudah tidak berguna. Sementara komponen mesin jam ia beli di Denpasar.
Ide membuat jam dinding beraksara Bali ini terbersit ketika adanya Pergub Bali tentang penggunaan aksara dan bahasa Bali dalam rangka pelestarian aksara Bali. Ia pun tak ketinggalan ingin melakukan upaya pelestarian.
Terpikir untuk membuat jam dinding, karena setiap detik dan menit, orang melihat waktu, sehingga aksara Bali pun ia pajang di jam dinding. Dengan demikian orang akan mudah mengingat dan menghafalnya.
Menurutnya, ide ada saja muncul untuk membuat desain–desain jam. Seperti jam dengan latar belakang foto keluarga atau foto anak.
Ketika ia sedang ngayah membuat sate pun ide muncul. Lalu ia membuat jam dinding dengan foto sate upakara yang memiliki jumlah tertentu.
Ada juga yang unik yaitu jam dinding dari piringan hitam yang diukir menyerupai orang yang sedang menjunjung bahan upakara dan jam dinding dari media kayu.
Sejak awal jam tersebut dipasarkan melalui Facebook dan galeri, peminatnya cukup banyak. Jam dindingnya tidak hanya sebagai pengingat waktu dan hiasan di dinding, tetapi juga sebagai media edukasi aksara Bali. Tak heran, guru–guru sekolah pun memesan jam dindingnya.
Selain sekolah, ia juga menyasar perkantoran seperti kantor LPD dan kelurahan. Juga pesanan datang dari vila dan tempat makan. Di sebuah restoran, seorang karyawan mengatakan kepadanya bahwa baru tahu aksara dan angka Bali.
Ia tertegun, seolah karyanya dapat membuat seseorang tahu akan aksara Bali. Cukup bangga bisa memperkenalkan dan mengedukasi masyarakat tentang aksara Bali. “Baru launching, banyak permintaan terutama yayasan. Saya bekerja sama dengan yayasan untuk membuat ratusan jam. Rencananya untuk diberikan ke seluruh Indonesia,” ungkap pria yang pernah bekerja sebagai Art Director di PT Heinz ABC, Jakarta ini.
Belum lama ini ia mendapat orderan 270 jam untuk dikirim ke Tangerang. Ada juga yang memesan untuk suvenir pernikahan dan ulang tahun. Sudah ratusan jam ia produksi selama dua bulan.
Harga jam dinding itu dibandrol mulai harga Rp 50.000 hingga Rp 350.000 tergantung bahan yang digunakan dan jenis bahannya, mengingat ada jam dinding dengan edisi limited. (Citta Maya/balipost)