Salah satu pedagang ayam di pasar tradisional sedang melayani pembeli. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) modern di Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan, akhirnya diresmikan, Selasa (9/7). Keberadaan RPHU milik Charoen Pokphand Indonesia (CPI) ini disebut-sebut akan menguntungkan. Terutama pada saat terjadi kelebihan suplai unggas, khususnya ayam.

Namun demikian, CPI dilarang menjual ayam-ayam tersebut ke pasar tradisional karena bisa mengganggu stabilitas harga. “Keberadaan dari RPHU ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi kita manakala terjadi over suplai. Memang selama ini RPHU tidak ada yang representatif, pemerintah pun juga belum membangun,” ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, I Wayan Mardiana saat mewakili gubernur untuk meresmikan RPHU.

Menurut Mardiana, rumah potong unggas selama ini hanya ada di kalangan masyarakat kecil. Itupun produksinya tidak higienis dari segi sanitasi. Sejalan dengan terbitnya Pergub No.99 Tahun 2018, keberadaan RPHU modern diharapkan mampu mendorong para peternak di Bali untuk bisa berkiprah di tingkat yang lebih tinggi.

Jadi, tidak hanya sebatas di pasar tradisional atau pasar becek. Tapi mampu menembus hotel, restoran, dan katering. “Untuk RPHU ini, produksinya tidak akan dijual ke pasar tradisional. Manakala nanti dia menjual ke pasar tradisional, maka di situlah kami dari pemerintah akan memberikan sanksi dan ijinnya kita larang,” tegasnya.

Baca juga:  Harga Jagung Melambung, Peternak Ayam Petelur Merugi

Terlebih sebelum dilakukan pembangunan RPHU, lanjut Mardiana, perusahaan sudah berjanji dan membuat pakta integritas tidak akan melempar produksinya ke pasar tradisional. Sebab, hal itu akan menganggu kestabilan harga ayam.

Belum lagi, di pasar tradisional ada peternak-peternak kecil atau mandiri yang memasarkan produksinya. Pemerintah akan mengawasi dengan meminta laporan pemasaran dan mengecek langsung ke lapangan. “Karena mereka (CPI, red) kan peternak besar sebagai integrator, bahwa mereka ada bermitra,” imbuhnya.

Pemprov Bali akan menata kembali terkait kebutuhan daging ayam di pulau Dewata. Baik kebutuhan per kapita yang saat ini baru sekitar 10,84 kg per tahun, maupun kebutuhan untuk hotel dan restoran.

Baca juga:  Polisi Amankan Ayam dan Ratusan Botol Arak Selundupan

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr. drh. I Ketut Diarmita, MP mengatakan, suplai ayam berlebih mestinya tak lagi menjadi sumber konflik. Kelebihan suplai justru sangat penting untuk dipakai sebagai cadangan. Misalnya, terjadi outbreak penyakit atau tiba-tiba ada wabah yang menyebabkan ayam mati. Bila tidak ada stok, tentu menjadi masalah.

“Berarti Pemda, para bupati sedapat mungkin harus mempunyai cold storage. Ini keuntungan bagi Pemda Tabanan untuk bisa lebih mendorong masyarakat melakukan kerjasama di sini,” ujarnya.

Diarmita berharap peternak lokal menghimpun diri lalu bermitra dengan integrator agar menjadi besar. Terutama dalam menekan biaya produksi, karena kedepan persaingan akan menyangkut kualitas dan harga.

Diarmita menambahkan, setiap kemitraan selanjutnya akan diawasi pemerintah. Artinya, tidak ada lagi kemitraan yang bebas dari pengawasan sehingga pemerintah benar-benar hadir sebagai wasit. “Mana yang main-main, kan biasanya yang kecil dikalahkan. Nah ini jangan sampai begitu. Jadi kita harus benar-benar hadir di tengah masyarakat kecil, supaya kehidupannya terangkat,” jelasnya.

Baca juga:  Pemerintah Mesti Kawal Peternak Mandiri Bali

Sementara itu, Presiden Direktur CPI, Thomas Effendy mengatakan, RPHU di Tabanan merupakan RPHU keenam yang dimiliki CPI. Kapasitas produksinya mencapai 2.000 ekor per jam dengan menjalankan 1 shift selama 7 jam.

Produksi dapat ditingkatkan seiring peningkatan kebutuhan hingga 28.000 ekor per hari selama 14 jam. Untuk fasilitas pendingin atau cold storage, berkapasitas 45 ton untuk ayam segar, 50 ton untuk ayam beku, dan 50 ton untuk Food Process Product. K

ehadiran RPHU diharapkan dapat menunjang tuntutan kebutuhan daging ayam yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) di Bali sebagai destinasi pariwisata dunia. “Semua peternak kita adalah peternak mitra. Jadi kita yang membimbing secara teknis, membimbing secara finansial. Mereka beternak dan selanjutnya ayam itu kita beli kembali dengan harga yang sudah ditetapkan,” ujarnya yang mengaku tak hapal dengan jumlah peternak mitra CPI saat ini. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *