SEMARAPURA, BALIPOST.com – Ketegangan dua lembaga pemerintah daerah, eksekutif dan legislatif, nampaknya belum cair. Ini tergambar dari situasi rapat kerja eksekutif dan legislatif di Ruang Sabha Mandala, Gedung DPRD Klungkung, Senin (22/7). Banyak permasalahan daerah yang menjadi sorotan. Selain persoalan klasik soal Dermaga Gunaksa, infrakstruktur dan PDAM, salah satu yang memancing suasana jadi panas, adalah penerapan UMK.
Dalam rapat gabungan ini, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta yang memimpin rombongan eksekutif, seperti “dikeroyok” legislator dari Partai Gerindra. Bahkan, Ketua DPRD Wayan Baru yang biasa memimpin rapat, berbalik menjadi peserta rapat dan duduk berjauhan dengan Bupati Suwirta.
Ia menyerahkan pimpinan rapat kepada Wakil Ketua Nengah Arianta. Ini terjadi karena Bupati Suwirta telah memutuskan keluar dari induk partai yang mengantarkannya menjadi bupati itu.
Salah satu anggota DPRD Klungkung, A.A Gde Sayang Suparta menyampaikan eksekutif sejak awal sudah diingatkan, agar serius menyikapi persoalan penerapan UMK ini. Sebab, setiap tahun UMK naik sebagaimana keputusan Pemprov Bali, penerapannya terbatas di lapangan.
Menurutnya, banyak perusahaan yang tidak menerapkan standar UMK itu. Kalaupun suatu perusahaan tidak sanggup memenuhi standar upah sesuai UMK, semestinya pihak perusahaan wajib mengajukan penangguhan kepada pemerintah daerah.”Jadinya, perusahaan yang lain yang sesungguhnya mampu, juga tidak ikut-ikutan diam tak memenuhi kewajiban UMK,” kata politisi Gerindra ini.
Rupanya, persoalan ini mendapat tanggapan serius dari Bupati Klungkung Nyoman Suwirta. Sebab, permasalahan UMK ini sudah berulang kali diberikan tanggapan, bahwa tak mungkin diterapkan secara utuh, tetapi selalu menjadi pertanyaan legislatif.
Bahkan, Bupati Suwirta menyerang balik dengan mempertanyakan, apakah Sayang Suparta tahu, rumus bagaimana nilai UMK itu didapat. “Agung Sayang, sekarang saya tanya, bagaimana rumus nilai UMK itu di dapat. Tahu tidak? Kalau tidak sekarang saya jelaskan dulu, biar paham,” tegas Bupati Suwirta dengan nada tinggi, yang sontak membuat seisi ruangan ikut tegang.
Menurutnya, nilai UMK tahun ini ditentukan dari nilai UMK tahun lalu ditambah faktor inflasi dan sejumlah faktor lainnya. Kalau ini dipaksakan diterapkan pada seluruh pengusaha, dia yakin mayoritas perusahaan tidak akan mampu.
Masyarakat juga tidak akan tertampung sebagai tenaga kerja. “Masyarakat kita nanti menganggur semua. Lalu bagaimana? Jangankan perusahaan, pemerintah daerah saja juga begitu dengan tenaga kontrak. Kalau tenaga kontrak digaji sesuai UMK, ini jelas tidak bisa dengan kemampuan daerah sekarang,” jelas Bupati Suwirta.
Suasana panas ini terus berlanjut dalam pembahasan masalah lainnya. Sejumlah legislator Partai Gerindra lainnya, seperti Ketua DPRD Klungkung Wayan Baru, Wayan Widiana, Nengah Mudiana, juga ikut menyoroti sejumlah persoalan. Meski demikian, Bupati Suwirta bisa keluar dari tekanan bekas koleganya, dan berbalik mengingatkan bahwa pemerintah daerah itu adalah eksekutif dan legislatif, bahwa setiap kebijakan dan program yang sudah berjalan sebelumnya, adalah produk bersama yang harus dijalankan, dikawal dan dipertanggungjawabkan bersama-sama. (Bagiarta/balipost)