MANGUPURA, BALIPOST.com – Sebagai upaya peningkatan integrasi dan konvergensi penurunan stunting di kabupaten/kota serta di provinsi di Bali, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali menggelar diseminasi surveilans Gizi, Selasa (30/7). Bertempat di Harris Hotel Kuta, kegiatan ini dihadiri sebanyak 108 orang yang terdiri dari 8 orang lintas sektor dari masing-masing kabupaten/kota di Bali.
Kegiatan yang dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra ini juga dihadiri Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Ir. Doddy Izwardy, MA., Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Ni Putu Putri Suastini Koster, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. Ketut Suarjaya, MPPM, dan sejumlah undangan lainnya.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra dalam sambutannya mengatakan, angka prevalensi sunting di Bali mencapai 21,9 persen. Jumlah ini kata dia masih rendah dibandingkan dengan angka nasional yang mencapai 30.8 persen.
Menurutnya, kalau dilihat secara nasional, angka itu memang rendah. Namun jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di Bali yang cukup kecil mencapai 4 persen, angka prevalenai stunting ini memang sangat besar.
Namun diakuinya, gizi itu memang tidak 100 persen disebabkan oleh faktor kemiskinan. Persoalan gizi ini ada juga yang dialami oleh masyarakat kelas menengah.
Kemungkinan, kata dia, disebabkan karena terkait dengan gaya hidup. Ke depan angka stunting di Bali diharapkan bisa diturunkan dalam waktu yang tidak lama. “Tentu tugas ini tidak hanya dilakukan oleh pihak dinas kesehatan, namun juga lintas sektor. Jadi musuh kita sekarang adalah 21,9 persen yang harus diturunkan,” harapnya.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Ir. Doddy Izwardy, MA., memuji pencapaian Provinsi Bali menekan angka stunting hingga berada di bawah rata-rata nasional, yaitu 30,86 persen. Meski demikian, dirinya berharap Provinsi Bali tidak puas sampai disitu dan bisa mengejar target WHO, yaitu di bawah 20 persen.
Menurutnya, stunting bukan semata-mata karena balita pendek, tetapi lebih pada pemahaman bahwa stunting ada hubungannya dengan hambatan pertumbuhan organ, terutama otak. Stunting dalam jangka panjang berhubungan dengan hipertensi, diabetes, jantung koroner, dan stroke. “Gagal tumbuh, gagal kognitif, dan gagal metabolisme. Stunting adalah siklus yang harus dipotong. Bila tidak, maka akan terjadi masalah di kemudian hari,” pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. Ketut Suarjaya, MPPM menambahkan, angka darintahum ke tahun memang terus mengalami perubahan. Seperti tahun 2013 mencapai 32,6 persen, Tahun 2015 angka stunting turun menjadi 20,7 persen, dan pada 2016 turun lagi menjadi 19,7 persen.
Selanjutnya, 2017, angka stunting mampu diperbaiki menjadi 19,1 persen. Namun pada 2018 terjadi sedikit peningkatan menjadi 19,8 persen.
Dipaparkannya, dari berbagai penelitian dan intervensi yang telah dilakukan dalam upaya perbaikan gizi telah memberikan bukti bahwa gizi merupakan pondasi yang sangat penting dan memiliki peran besar dalam berbagai aspek. Yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan bangsa. “Untuk itu, kami akan fokus pada perbaikan gizi, khususnya pada 1000 hari pertama kehidupan dengan pendekatan intervensi spesifik dan sensitif,” katanya. (Adv/balipost)