DENPASAR, BALIPOST.com – Isu sustainable tourism sudah lama dibicarakan, bahkan sejak 20 tahun lalu. Saat ini Bali sedang bergerak menuju sustainable tourism, maka yang perlu diperdebatkan adalah evaluasi dari upaya sustainable tourism yang telah dilakukan.
Untuk itu diperlukan kebijakan revolusioner untuk sustainable tourism development. Akademisi Pariwisata I Nyoman Sunarta mengatakan, sustainable development sudah sejak lama dibicarakan, antara isu lingkungan dan ekonomi selalu diperdebatkan. Sedangkan pariwisata adalah sebuah industri yang tergantung dari baik buruknya lingkungan.
Pariwisata tidak hanya hotel, tapi juga petani, pedagang acung, developer juga merupakan komponen pariwisata. Sehingga tidak tepat jika lingkungan dan pariwisata selalu menjadi dualisme. “Saya sebagai akademisi sulit mencari apa ada kegiatan yang tidak terkait dengan pariwisata,” katanya.
Untuk membuat sustainable tourism, harus disesuaikan dengan daya dukung. Pada 2000 dilakukan upaya pengelolaan produk sampah.
Menurutnya yang harus dilakukan adalah meminimalkan produk sampah. Kebijakan terkait meminimalkan produk sampah harus dikeluarkan policy maker.
Bali harus berani melakukan kebijakan-kebijakan yang revolusioner. Dari 136 negara, Indonesia menempati posisi ke 131 yang lingkungannya tidak sustainable, maka kebijakan revolusioner sangat dibutuhkan. “Misalnya kita ngomong quality tourism tapi kita engga berani menjual apa yang kita punya. Kita selalu menjual apa yang wisatawan mau,” pungkasnya.
Ia mengatakan, bukan kemudahan-kemudahan yang dicari wisatawan ke daerah tujuan wisata. Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali (AMPB) Gusti Kade Sutawa mengatakan, pariwisata selalu dianggap penyebab kerusakan lingkungan. Seharusnya Bali bersyukur ada pariwisata karena daerah yang sebelumnya tidak berkembang menjadi berkembang karena pariwisata, masyarakat juga mendapat pekerjaan yang layak, tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri, pertumbuhan sekolah-sekolah pariwisata juga luar biasa.
Pariwisata juga tidak fokus hanya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama pariwisata juga concern terhadap lingkungan, pelestarian budaya. “Kami concern membangun pariwisata yang sustainable dan berkualitas,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Ketua I DPP IHGMA Made Ramya Adnyana. Ia menambahkan, lingkungan merupakan salah satu faktor penentu wisatawan datang ke suatu daerah untuk berwisata. Sebesar 80 persen PAD Bali dari pariwisata, maka dari itu masyarakat Bali juga sebaiknya memberikan yang terbaik untuk wisatawan. “Kita sudah komitmen bahwa dasar pariwisata Bali adalah culture tourism. Ini harus menjadi kebanggan kita dan dikembangkan,” pungkasnya.
Sustainable tourism development adalah salah satu program yang dikembangkan UNWTO. “Mau tidak mau, suka tidak suka masyarakat Bali, pemerintah Bali harus melaksanakan sustainable tourism development. Karena dengan pelaksanaan ini akan memberi dampak pada ekonomi, pelestarian adat dan budaya, dan pelestarian lingkungan,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)