Ilustrasi. (BP/dok)

Anak adalah generasi penerus. Pandangan ini sudah sangat umum dan menjadi pemahaman bersama. Namun, terkadang kita lalai dan abai mengawal mereka sebagai generasi bangsa yang akan menentukan nasib bangsa ini ke depan.

Untuk itulah, gerakan membangun kepedulian terhadap anak hendaknya terus bergulir. Kita wajib dan mutlak harus membangun kesadaran untuk membahagiakan anak. Kita harus mengawal masa depan anak kita dengan rasa tanggung jawab sebagai orang tua atau sebagai bagian dari lingkungan dari si anak.

Kita juga sadar bahwa di tangan anak-anaklah kelanjutan dan masa depan serta nasib suatu bangsa dipertaruhkan. Kalau mereka mutunya jelek, maka akan jeleklah nasib bangsa itu ke depan. Kalau sebaliknya, maka akan cemerlanglah perjalanan bangsa itu. Tetapi, persoalan anak-anak memang bukan masalah sederhana.

Tidak hanya cukup memberi mereka makanan, pakaian, pendidikan dan lalu selesai. Kasih sayang sebagai tambahan lain juga tidak cukup. Kompleksitas persoalan anak-anak memang sangat terasa. Tidak hanya bagi orang tua, guru, masyarakat ataupun pemerintah. Itulah makanya, membangun masa depan anak-anak, mengatasi persoalan mereka diperlukan gerakan sinergis yang berkesinambungan.

Baca juga:  Mengelola Politik Secara Beretika dan Berbudaya

Siapa yang bisa membayangkan kalau anak- anak serta generasi muda suatu bangsa akan rapuh serta keropos oleh berbagai persoalan? Oleh sistem pendidikan yang buruk, kesehatan yang sama jeleknya, perhatian minim dari pemerintah walaupun masalah anak-anak dijamin undang-undang.

Dalam konteks kekinian, sering kali anak-anak dijadikan semacam komoditas politik. Hal ini jamak terjadi. Belum muncul sepenuhnya sifat ketulusan dalam membenahi hal ini. Kalau bicara angka, tentu sudah ada pakarnya. Yang jelas, angka anak-anak kita yang tidak mendapat kehidupan yang layak, kesehatan yang pantas, pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan dan lain-lain, semakin banyak saja jumlahnya.

Kalau kita lihat, banyak dari mereka dalam keseharian harus memikul beban berat. Memikul tanggung jawab sebagai orangtua dalam menyambung kehidupan. Mereka, dalam beberapa kasus, justru menjadi tulang punggung keluarga.

Baca juga:  Depresi Akibat Anak Minta Warisan, Seorang Ayah Gantung Diri `

Bekerja atau diperkerjakan sebagai pengemis di jalanan, berjualan makanan serta minuman ringan di berbagai perempatan jalan di kota-kota besar, diperdagangkan sebagai budak seks dan sebagainya. Cerita sedih ini bisa berlanjut dan bersambung sampai kita tidak tahu entah kapan akan tamat. Ini sebuah telenovela kegetiran dalam kehidupan seorang anak.

Kita tidak bisa hanya melihat keceriaan mereka pada saat perayaan Hari Anak Nasional ataupun peringatan-peringatan lainnya. Senyum mereka sangat ceria dan kita bangga, bahagia, dan merasa sangat nyaman.

Sudahkan kita sering melihat kenyataan bahwa mereka juga punya banyak beban? Menangis, ketakutan, terintimidasi, lemah tidak berdaya di kolong jembatan, di jalan-jalan, di warung remang-remang dan sebagainya. Ini potret hitam putih. Ada yang tertawa gembira, ada yang menangis sesenggukan. Ada yang gembira di kelas, ada juga yang bermandi peluh menjajakan dagangan.

Baca juga:  Anak Korban Tragedi Kanjuruhan Diberi Beasiswa

Pemerintah harus keras, tegas, dan awas. Banyak hal hal di sekeliling mereka yang mengancam mereka. Mereka harus diselamatkan karena undang-undang mengamanatkan hal itu. Pemerintah mesti memberi mereka pendidikan, pelayanan kesehatan, keamanan dan sebagainya sehingga mereka akrab dengan dunianya.

Jangan biarkan mereka berada di dunia yang sebenarnya bukan dunianya. Mereka akan terasing, merasa sendiri dan ketakutan. Pemerintah bersama masyarakat harus menajamkan kepekaan terhadap kondisi lingkungan.

Mereka sejatinya berada dalam bahaya. Kita tidak sedang dalam kondisi menakut-nakuti. Kejahatan seksual, narkoba menjadi predator mereka. Belum lagi yang lain. Guru, pemuka agama, pemuka adat, dan tentu saja keluarga mesti menjadi benteng terdepan dalam menjaga mereka. Memberikan mereka sebuah dunia yang patut mereka miliki.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *