Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Proses hukum yang dihadapi sekelompok warga di Gianyar beberapa waktu lalu yang sampai membawa pretima pura ke pengadilan, sebagai aksi perlawanan eksekusi pengadilan terhadap rencana eksekusi tanah laba pura di Pakudui, Desa Kedisan, Tegallalang, Gianyar, memantik rasa keprihatinan berbagai kalangan. Bahkan, Ketua PHDI Bali, Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, Msi., Senin (5/8), mengaku telah mendengar hal tersebut.

Rektor IHDN Denpasar itu mengatakan, saat peristiwa berlangsung sempat mendapatkan telepon dari salah satu hakim dari PN Gianyar. Bertolak dari kasus tersebut, kiranya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan menyangkut kearifan lokal Hindu, peradilan agar memberikan ruang untuk mewadahi hukum Hindu.

Baca juga:  Gubernur Berkeinginan­ Menjadikan Sulsel Mi­niatur Toleransi  ­

Menurut Sudiana, mewadahi hukum Hindu dalam sistem peradilan di Indonesia sangat memungkinkan sekali. Terlebih dewasa ini, muncul beraneka ragam kasus yang berkaitan dengan hukum Hindu, seperti dalam hal perkawinan, waris, kesucian, Pura dan tanah pelaba.

Dalam ingatannya, perjuangan mewadahi hukum Hindu dalam peradilan sudah dilakukan dari tahun 1980-an. Cuma saja, selalu kandas terus. Bahkan, PHDI sebagai lembaga umat Hindu sudah pernah memasukkan hal itu dalam hasil pesamuan agung, dan diajukan ke Jakarta namun tetap mentah.

Baca juga:  Lakalantas di Jembrana Naik 31 Persen

“Hukum Hindu ini sangat penting untuk diwadahi dengan peradilan, jika ini dibiarkan maka sama dengan membiarkan kehancuran sistem pewarisan Hindu, bagaimana perkawinan Hindu bisa bobol dengan harta gono-gini, masalah anak dan lainnya,” katanya.

Dengan munculnya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kesucian, pura, tindak pidana berkaitan dengan pura, dan sebagainya, agar dilakukan pencermatan kembali, mewadahi hukum Hindu dalam penyelesaiannya. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *