TABANAN, BALIPOST.com – Mengajegkan Bali tidak harus menjadi “fanatik” hingga mengarah pada radikalisasi. Konsep ini jangan sampai menjebak, mengarah pada antikemajuan. Melainkan, bagaimana mengajegkan Bali dengan melahirkan sumber daya manusia yang siap menghadapi budaya yang sifatnya dinamis, tidak lupa akan jati diri sebagai orang Bali.
Hal tersebut disampaikan Rektor Unmas Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd., saat membawakan materi pada sesi kedua kegiatan Siswa Ajeg Bali (SAB) dan Guru Ajeg Bali (GAB) di Pasraman Dalem Ketut, Lumajang, Tabanan, Jumat (9/8).
Dikatakannya, di era saat ini selain tetap mengajegkan Bali, generasi Bali juga harus berani tampil merebut peluang yang ada. Keterampilan berbahasa asing agar ditingkatkan sehingga generasi Bali bisa merebut peluang–peluang yang ada. Terlebih lagi, Bali sebagai tujuan wisata, sehingga generasi Bali harus bisa berbahasa asing.
Dalam merebut peluang tersebut, budaya luar yang kini banyak masuk ke Bali harus difilter. Jangan justru larut pada budaya luar yang tidak baik secara etika untuk Bali. “Budaya mana yang sesuai, mana yang tidak harus disaring. Tidak semua budaya luar lalu diimpor,” katanya.
Menurut Sukamerta, budaya dan tradisi harus tetap dipertahankan. Jika tidak masuk logika harus dilakukan perubahan. Hal ini untuk mengantisipasi kemajuan. Budaya-budaya apa yang harus ditiru, budaya mana yang harus dibuang.
Dalam mendukung SDM generasi Bali untuk mengajegkan Bali, sebagai lembaga akademisi, Unmas siap menerima calon mahasiswa dari krama Bali yang kurang mampu namun cerdas. Tahun ini, jatah bidik misi Unmas sebanyak 50 orang, namun baru diisi 17 orang. Dia membuka diri Unmas untuk krama Bali bisa memilih semua program studi, kecuali FKG. (Agung Dharmada/balipost)