MANGUPURA, BALIPOST.com – Pemprov Bali mengaku tidak pernah mengeluarkan izin pembangunan kondotel dengan 3.000 kamar di Pantai Geger, Nusa Dua yang bersebelahan persis dengan Pura Geger. Pasalnya, izin hotel atau kondotel yang berlokasi pada satu kabupaten/kota merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Hal tersebut tertuang di dalam Undang-undang Perizinan dan Undang-undang Pemerintahan Daerah. “Kalau kegiatan investasi yang berlokasi di satu kabupaten, dia izinnya kabupaten. Kalau dia lokasinya lintas wilayah, antar kabupaten/kota izinnya baru di provinsi. Cuma kalau dia PMA (Penanaman Modal Asing), ijinnya pusat bukan daerah, yang mengeluarkan izin itu BKPM RI,” ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali, Ida Bagus Parwata dikonfirmasi, Kamis (11/5).
Menurut Parwata, setelah mendapatkan izin PMA dari pusat, investor memang harus mencari izin lagi di daerah seperti Izin Mendirikan Bangunan dan izin tempat usaha. Namun yang mengeluarkan izin-izin itu semuanya adalah pemerintah kabupaten.
“Kalau Badung bilang tidak tahu, ya … tidak mungkin. IMB-nya pasti keluar di kabupaten itu. Masak ada orang membangun tanpa IMB. Mungkin dia belum ngurus IMB. Tapi kalau dia belum mengurus IMB, kenapa dibiarkan dia membangun. Kalau dia belum ngurus, nggak mungkin dia bisa bangun. Pasti ditertibkan oleh Satpol PPnya itu,” terangnya.Parwata mengaku tidak tahu mengapa sampai ada pembangunan satu kondotel dengan 3.000 kamar. Mengingat ada peraturan bupati Badung yang menyebutkan luas kamar hotel yang boleh dibangun di Bali Selatan seperti Nusa Dua dan Kuta minimum 35 meter persegi. Selain itu, hotel hanya boleh dibangun minimal di atas lahan seluas 75 are dan tidak boleh kurang dari itu.
“Kalau dia tanahnya sedikit kan terbatas kamarnya. Kalau orang punya tanah 50 are, 25 are, tidak bisa membangun dia. Tapi kalau sekarang 3.000, saya juga tidak tahu kenapa bisa begitu. Coba ditanya ke Badung. Tidak mungkin dia tidak tahu karena IMBnya dia yang keluarkan,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Parwata, Perpres No.44 Tahun 2016 menyebutkan bahwa investasi hotel masih merupakan investasi terbuka. Inilah yang kemudian mempersulit pelarangan hotel baru di Bali Selatan, meskipun Gubernur Bali telah mengeluarkan moratorium.
Padahal, penambahan jumlah kamar tanpa dibarengi peningkatan kunjungan wisatawan berpotensi menghancurkan industri perhotelan itu sendiri. Mengingat, akan ada dampak perang tarif yang ditimbulkan.
“Sulit juga melarangnya karena perpres berlaku secara nasional. Itu mungkin yang menyebabkan juga Badung berani memproses karena di Perpresnya belum masuk daftar negatif investasi,” tandasnya. (Rindra/balipost)