JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Pariwisata Arief Yahya kembali menekankan pentingnya pengelolaan danau untuk meningkatkan perekonomian warga melalui pariwisata. Dia melihat problem karamba yang membuat kualitas air di danau vulkanik terbesar dan terdalam di dunia itu belum mendapat solusi. Padahal, deadline-nya akhir Desember 2016 harus sudah beres, terutama milik perusahaan-perusahaan pembesaran ikan itu.
Kali ini, Arief membeber hal itu dalam lokakarya nasional bertajuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan: Sinergi Program dan Peran para Pemangku Kepentingan di Jakarta pada 9-10 Mei.
Lokakarya yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Knowledge Sector Initiative (KSI) itu dihelat di dua tempat. Hari pertama di Kementerian PPN/Bappenas. Acara itu dihadiri akademisi, peneliti, termasuk dosen Universitas Helsinki Pasi Lehmusluoto, serta perwakilan kementerian/lembaga.
Sedangkan hari kedua digelar di Hotel Aryaduta. Hadir dalam lokakarya itu, antara lain, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar beserta para pemimpin daerah.
Mereka mengupas banyak hal penting, termasuk kondisi dan permasalahan pengelolaan danau di empat lokasi. Yaitu, Danau Toba, Danau Maninjau, Danau Limboto, dan Danau Rawa Pening, yang rata-rata menghadapi masalah lingkungan yang sama, seperti karamba, enceng gondok, dan penurunan debit air.Para bupati yang bertindak sebagai pengelola danau juga memaparkan secara gamblang realitas yang terjadi dalam mengelola danau di wilayahnya. Misalnya, isu karakteristik, masalah, dan pengelolaan danau yang berbeda.
Lokakarya itu memiliki tiga agenda utama. Pertama, mengidentifikasi isu-isu penting dalam pengelolaan danau.
Kedua, mendapatkan solusi penanganan. Mulai perencanaan, kelembagaan, dan regulasi yang secara strategis berperan dalam pengelolaan danau berkelanjutan.
Ketiga, membangun koordinasi antarpemangku kepentingan untuk mewujudkan keseimbangan aspek ekologi dan ekonomi dalam mendukung pembangunan nasional dan daerah.
Arief mengatakan, danau memiliki peran penting untuk perekonomian warga. “Danau sebagai suatu destinasi wisata alam (nature) perlu dijaga dengan baik. Karena, semakin dilestarikan semakin menyejahterakan,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Arief membahas solusi kebijakan terkait pengelolaan danau yang meliputi sisi perencanaan, kelembagaan, hingga regulasi.
Kesempatan Indonesia memaksimalkan danau untuk mendongkrak perekonomian melalui pariwisata terbuka sangat lebar. Sebab, Indonesia memiliki 840 danau dengan total luas mencapai 7.103 kilometer persegi.
Danau berfungsi sebagai sumber daya produktif, baik sebagai sumber air (baku) maupun untuk pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi lainnya. Saat ini, pemanfaatan ekosistem danau di Indonesia semakin meningkat. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi yang semakin berkembang.
Namun, mengelola danau bukan tanpa kendala. Belum maksimalnya sinergi pengelolaan danau antarinstansi, antarprogram, serta antarpemangku kepentingan menambah kompleksitas permasalahan
“Untuk itu, dalam pengelolaan danau haruslah single management. Sama dengan Badan Otorita Pariwisata (BOP) yang single management, agar kewenangannya jelas dan bisa tegas l,” katanya.
Secara khusus, Arief membahas tentang Danau Toba di Sumatera Utara. Kemenpar memang sudah menjadikan Danau Toba sebagai satu dari sepuluh Bali Baru.
Sembilan destinasi lainnya adalah Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Arief lantas menjadikan danau di Hangzhou, Tiongkok sebagai benchmarking pengelolaan Danau Toba. Hangzhou memiliki Danau Xi Hu atau West Lake yang sangat terkenal. Pada 2015 lalu, danau yang dikenal dengan cerita Sampek Eng Tai dan legenda Ular Putih itu didatangi 120 juta wisatawan domestik dan tiga juga wisatawan mancanegara.
Menurut Arief, Dana Toba memiliki potensi menjadi world class tourism destination. Sebab, Danau Toba merupakan danau terdalam di dunia.
Danau Toba juga danau vulkanik terbesar di dunia. Selain itu, Danau Toba juga danau terbesar kedua setelah Victoria Lake di Afrika. “Pengaturan kunjungan wisatawan ke danau di Hangzhou sudah luar biasa. Aspek 3A (atraksi, akses, dan amenitas) juga telah terintegrasi dengan baik,” kata mantan Dirut PT Telkom itu.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, diperlukan terobosan agar dapat mengatasi permasalahan pengelolaan danau. “Penyelamatan danau sangat mendesak untuk ditangani agar danau tetap mampu memberikan manfaat bagi kehidupan manusia,” ujarnya.
Mantan menteri keuangan itu menuturkan, multiguna ekosistem danau dalam menopang kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya memerlukan sistem pengelolaan yang memenuhi kaidah tata ruang yang benar. Selain itu, juga dipelukan regulasi dan kelembagaan yang jelas dan kelestarian fungsi ekosistemnya yang terus terjaga.
Bambang menambahkan, pemanfaatan ekosistem danau seharusnya selaras dengan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan pengelolaan danau terpadu yang berbasis pada pendekatan holistik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, tata ruang, serta kepariwisataan.
Pengelolaan danau berkelanjutan tidak hanya dikerjakan oleh satu lembaga/institusi secara eksklusif, tetapi membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, baik swasta maupun masyarakat. Dengan kata lain, pengelolaan danau berkelanjutan harus merupakan suatu aksi kolektif (collective action) dari berbagai berbagai pemangku kepentingan.
“Meskipun para pemangku kepentingan umumnya memiliki tujuan yang berbeda, tetapi dalam upaya pengelolaan dan optimalisasi potensi danau, seluruh pemangku kepentingan harus memiliki tujuan bersama. Agar collective action ini dapat berjalan, maka dibutuhkan koordinasi yang baik dari seluruh pemangku kepentingan, terutama di antara para pemangku kepentingan kunci yang menjadi penentu dan motor penggerak seluruh proses,” tegasnya.
Tindak lanjut hasil lokakarya pengelolaan danau berkelanjutan ini adalah untuk memberikan pijakan dalam penyusunan kebijakan dan membangun sinergi antara pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan danau di Indonesia ke depan.
Kebijakan tersebut diharapkan memperkuat perencanaan, kelembagaan, dan regulasi dalam pengelolaan danau di Indonesia mendatang. Pengelolaan danau juga telah menjadi komitmen berbagai negara dalam upaya menyelamatkan keberlanjutan fungsi ekosistem yang saat ini kondisinya dinilai semakin memprihatinkan.
Terkait dengan hal tersebut, World Lake Conference (WLC) ke-16 yang diselenggarakan di Bali pada November 2016 lalu merupakan salah satu forum internasional yang bertujuan untuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan danau, pengembangan arah kebijakan operasional dalam rangka pemulihan kondisi danau, serta pengelolaan dan pemanfaatan danau yang seimbang antara konservasi dan ekonomi. (kmb/balipost)