DENPASAR, BALIPOST.com – Tahun 2019 properti sedang lesu. Setelah sempat mencapai puncak kejayaan pada 2010, kini harga properti terkoreksi 30 persen bahkan ada yang menyebut terkoreksi hingga 60 persen. Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) tidak tinggal diam. Mereka justru lebih menggenjot pemasaran rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ketua DPD Himperra Bali Wayan Jayantara mengatakan, properti memang sedang lesu. Namun, itu hanya terjadi pada properti yang harganya Rp 500 juta ke atas. “Kalau yang di bawah Rp 500 juta cukup bagus. Kita lihat saja realitanya, pada 2010 rumah yang laku adalah rumah yang harga rata–ratanya Rp 300 juta,” ungkapnya usai membuka Himperra Expo 2019 di Level 21 Mall, Denpasar, Senin (19/8).
Pada 2014, properti booming. Harganya melambung tinggi dan cenderung tidak jelas. Saat ini harga properti terkoreksi, kembali pada kondisi tahun 2010. Terkoreksinya harga lahan di Bali mencapai 30 persen. “Itulah sebenarnya pasar yang ada di Bali,” imbuhnya.
Kondisi properti ini mau tidak mau harus dijalaninya sebagai pengembang yang sudah berpengalaman di bidang properti sejak 1993. Yang terpenting adalah ada back up dari pendanaan perbankan. Untuk itulah saat ini Himperra menggenjot penjualan rumah bersubsidi, di samping untuk menyukseskan program pemerintah. Upaya menggenjot pemasaran properti melalui Himperra Expo 2019.
Jayantara menargetkan pada pameran hingga 25 Agustus nanti terjual 400 unit rumah, terdiri atas 300 unit MBR dan 100 unit non-MBR. Pembangunan rumah MBR dilakukan oleh anggota di seluruh Bali, Klungkung, Karangasem, Jembrana, Singaraja, dan Tabanan.
Pemilik Usaha Properti Citra Harmoni Lovina itu optimis target tersebut tercapai karena semua anggota yang jumlahnya 80 dikerahkan untuk menggejot penjualan rumah khususnya rumah bersubsidi.
Kepala Cabang Bank BTN Bali Harman Soesanto mengapresiasi pameran yang dilakukan Himperra untuk menggenjot pemasaran properti guna meningkatkan pemasaran rumah. Namun, diperlukan upaya atau strategi khusus untuk melebarkan sayap dan memperbesar pasar.
Harman juga berharap Himperra tidak hanya fokus pada penjualan rumah bersubsidi, tapi juga menggenjot rumah nonsubsidi. Ia melihat pada tiga hingga empat bulan terakhir Himperra sudah mulai menggarap rumah nonsubsidi. “Harga rumah di atas Rp 500 juta belum terlalu bagus. Kita bisa mulai dengan harga Rp 250 juta sampai Rp 750 juta. Saya pikir itu masih bisa direspons oleh sebagian besar masyarakat di Bali,” tandasnya.
Ia bersama Himperra akan memperbesar pasar rumah nonsubsidi yang harganya di bawah Rp 500 juta, mengingat kuota atau kapasitas rumah subsidi semakin lama semakin terbatas. (Citta Maya/balipost)