Sejumlah warga membaca buku di Rumah Baca Loloan. (BP/olo)

Oleh Ni Wayan Sariani, S.Pd., M.Hum.

Pemerintah melalui Kemendikbud menggencarkan terus kegiatan literasi khususnya di sekolah-sekolah. Kendati demikian, kegiatan literasi bukan saja menjadi tanggung jawab sekolah, namun menjadi tangggung jawab bersama yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semua itu harus bersinergi untuk mencapai tujuan bersama, tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Literasi nasional akan berhasil jika literasi dimantapkan di daerah-daerah dengan potensi lokal yang kaya dengan muatan budaya yang adiluhung, salah satunya daerah Bali.

Bali sesungguhnya sudah menggeluti kegiatan literasi jauh sebelum dikenal tulisan yang dikenal dengan tradisi lisan. Pada saat itu, luluhur Bali bahkan sudah mampu mendidik anak bangsa melalui tradisi lisan seperti mengajarkan etika sopan santun, ilmu perbintangan (dewasa), ajaran agama, dan ilmu pengetahuan lainnya melalui cerita rakyat (satua), tembang dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Setelah dikenal tulisan kegiatan tersebut selanjutnya ditulis dengan sarana-sarana yang diciptakannya, dan berkembang sampai saat ini.

Leluhur Bali bahkan sudah menanamkan literasi dari sejak lahir sampai manusia itu meninggal. Sejak lahir sudah dilaksanakan ritual dengan menggoreskan aksara pada pembungkus ari-ari dengan maksud untuk mewariskan literasi pada generasi tersebut untuk dilanjutkan pada kehidupannya.

Baca juga:  Ruang Literasi di Lingkungan Birokrasi

Setelah saatnya menjalani kehidupan, berlanjut mengenyam pendidikan di bangku sekolah kegiatan literasi terus berjalan sampai manusia meninggal. Setelah mati pun kegiatan literasi dilaksanakan dengan menuliskan aksara pada pembungkus mayat dan termasuk kajang serta sarana upacara lainnya. Dalam hal ini, kita bisa memaknai bahwa leluhur Bali sudah membekali dan mewarisi literasi sebagai mata rantai yang tak pernah putus sepanjang zaman.

Melalui tulisan yang diciptakan oleh para leluhur, manusia dapat mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Pandangan masyarakat pada umumnya tentu saja menempatkan tulisan sebagai alat inksripsi pikiran atau perasaan, sehingga tulisan disebut sebagai wahana yang dapat mengabadikan tidak hanya pikiran dan perasaan penulisnya, tetapi di dalamnya sekaligus terkandung nilai-nilai yang dapat dijadikan panutan bagi penikmatnya.

Justru dengan diciptakannya tulisan, nilai-nilai tersebut dapat hidup dan bertahan sepanjang masa untuk diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada masyarakat Bali, melalui bahasa tulis mampu terlihat segala aspek kehidupan manusia baik fisik maupun mental spiritual. Selain itu, bahasa tulis nantinya juga mampu sebagai perekam budaya masyarakat Bali. Jika suatu saat bahasa lisannya mati (tidak digunakan lagi), sehingga pantas bahasa tulis dapat menembus batas ruang dan waktu serta lintas generasi.

Baca juga:  Mengenal PNBP dan Kondisinya Kini

Untuk itu, kegiatan baca tulis dapat sebagai implementasi  kegiatan literasi, yang sangat diharapkan selalu diteruskan dari generasi ke generasi khususnya pada generasi muda Bali saat ini guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, membuka cakrawala berpikir positif untuk kemajuan kehidupan.

Lalu bagaimana dengan generasi muda saat ini, dengan gencarnya kemajuan teknologi apakah menjadi penghalang kegiatan literasi? Banyak keluhan dari para pendidik putra- putri bangsa bahwa minat baca generasi muda saat ini jauh merosot disebabkan terlalu tinggi ketergantungannya dengan gadget.

Tidak hanya itu, pergaulan sosialnya pun berangsur-angsur dikikis oleh penggunaan teknologi yang tidak sesuai fungsinya. Banyak juga yang berpendapat bahwa kemajuan teknologi dapat merusak perkembangan generasi muda. Jawabannya memang benar dapat merusak kalau difungsikan secara tidak benar.

Namun, jika difungsikan secara benar, maka penggunaan teknologi dapat membantu kehidupan manusia dalam segala hal. Dengan demikian, penggunaan  gadget mestinya bukan dilarang tetapi para pendidik baik orang tua, guru, maupun masyarakat termasuk para pegiat teknologi hendaknya mengedukasi generasi muda dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk kemajuan bangsa.

Kalau kita sadari bersama bahwa sejatinya kita tidak bisa mengelak dari kemajuan zaman seperti kemajuan teknologi bahkan kita sangat memerlukannya. Jika kita menampik, maka kita akan terlindas dan mengalami kemunduran. Bila kita memfungsikan dengan tidak benar maka kita akan tergerus dan terbanting ke jurang penderitaan.

Baca juga:  Digitalisasi Daerah Strategi Pencegahan Korupsi

Maka dari itu, kita harus cerdas membuka wawasan memanfaatkan kemajuan teknologi secara selektif. Kita harus mengikuti arus sehingga kita bisa mengikuti kemajuan zaman untuk meningkatkan taraf hidup. Sesungguhnya, teknologi bukanlah tantangan ataupun hambatan untuk melaksanakan literasi namun merupakan panggung baru sebagai wahana kegiatan literasi.

Seiring dengan canggihnya teknologi maka kegiatan literasi jauh bisa meningkat kalau dimanfaatkan sesuai fungsinya. Dalam hal ini harus ada sinergitas antara pelaku literasi dengan pegiat teknologi.

Semua harus bersama-sama membangun bangsa. Orang tua, guru, dan mayarakat agar mengawasi, mengarahkan, serta mengedukasi penggunaan  teknologi seperti gadget, komputer, dan yang lainnya dan bukan malah melarang. Selain menggunakan sesuai fungsinya, harus mencari celah-celah, peluang  bisnis untuk memajukan kehidupan.

Dengan demikian, pada zaman globalisasi ini kita mesti tidak meninggalkan kearifan lokal dan harus selektif mengikuti arus globalisasi, seperti kemajuan teknologi karena dapat sebagai panggung baru atau wahana kegiatan literasi untuk  meningkatkan taraf hidup demi kemajuan bangsa.

Penulis, Guru Ajeg Bali 2019

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *