Tiga sulinggih muput pawintenan yang digelar di Pura Besakih, Jumat (30/8). (BP/istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Acara pawintenan massal digelar di Pura Penataran Besakih, Jumat (30/8), bertepatan dengan Tilem Karo. Sebanyak 350 umat Hindu mengikuti acara yang dilaksanakan Pesraman Pemangku Sidha Swasti ini.

Menurut Jro Ketut Suryadi yang merupakan salah satu pengurus pesraman, pawintenan ini dilakukan dalam tiga tingkatan. Total ada 350 umat Hindu yang melakukan pawintenan. “Tidak hanya dari Bali, umat yang mawinten ini berasal dari luar Bali juga, seperti dari Jawa dan Sulawesi,” sebut Jro Suryadi.

Terkait yang melakukan pawintenan, dikatakannya ada 3 sulinggih yang muput karya. Mereka adalah Ida Bhagawan Viveka Dharma dari Monang-maning, Ida Pedanda Bajra Sikara dari Klungkung, dan Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirti.

Baca juga:  Melasti Serangkaian Nyepi, Pantai Padanggalak Dipadati Umat Hindu

Sementara itu, Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirti mengutarakan terdapat berbagai tingkatan pawintenan yang bisa dilakukan umat Hindu. Salah satunya Pawintenan Bunga atau Sari yang bisa dilakukan mulai dari bayi berusia 3 bulan. Kemudian ada Pawintenan Saraswati yang harus dilakukan sebelum seseorang mempelajari sastra.

Setelah itu ada jenis pawintenan yang harus dilakukan ketika ingin belajar jadi pemangku, undagi, dan sanging yang disebut Pawintenan Dasaguna. Ada juga Pawintenan Ganapati yang diperuntukkan bagi mereka yang menjadi balian maupun serati. Sedangkan tingkatan pawintenan yang harus dilakukan bagi pemangku Khayangan Tiga adalah Pawintenan Panca Rsi.

Baca juga:  Tumpek Landep : Otonan Idep, Bukan Motor?

Perbedaan tiap tingkatan pawintenan ini, lanjutnya, bisa dilihat dari rerajahannya. Untuk Pawintenan Bunga tidak ada rerajahan. Sementara Pawintenan Saraswati hanya wajah yang dirajah.

Sedangkan untuk Pawintenan Dasaguna dan Ganapati dirajah dari wajah hingga pusar dan punggung. Perbedaannya terletak pada jenis rerajahan yang ada di punggung. “Untuk Panca Rsi, rerajahan dilakukan dari ubun-ubung hingga telapak kaki. Seluruh tubuh,” jelasnya.

Untuk pawintenan di Pura Besakih, ada tiga tingkatan, yaitu Pawintenan Dasaguna, Ganapati, dan Panca Rsi. “Pawintenan Dasaguna yang paling banyak untuk pelaksanaan kali ini,” kata Ida Pandita.

Ia mengatakan pelaksanaan pawintenan ini pada dasarnya untuk melakukan peningkatan ritual, penyucian tubuh, dan rohani. Setelah diwinten, umat pun diingatkan untuk terus belajar dengan baik mengisi ilmu tentang spiritual agar mampu melayani umat. “Mereka harus belajar dengan baik, tidak boleh sombong setelah diwinten. Ibaratnya di dalam tubuh pemangku atau pandita itu lampunya sudah dihidupkan sehingga perlu terus belajar agar lampu yang ada nyalanya bisa lebih terang dan mampu menarik laron untuk datang. Itu tugas para pemangku dan pelayan umat,” tegasnya.

Baca juga:  Dari Bandara Bali Utara Masuk Ranperda RTRW hingga Rekonstruksi Pembunuhan Malam Tahun Baru

Ketua PHDI Karangasem, I Wayan Astika, yang diwakili Ida Made Pidada Manuaba, Wakil Ketua I, sangat mengapresiasi acara pawintenan massal ini. Diharapkan ritual ini bisa dilaksanakan setiap tahun karena sangat membantu umat, terutama pemangku. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *