Proyek pemasangan atap di Kebun Raya Jagatnatha pada 2018 yang berujung di PTUN. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Proyek pembangunan Kebun Raya (KR) Jagatnatha tahun 2018 berujung pada gugatan hukum. Pihak pemberi jasa (rekanan) proyek senilai Rp 10 miliar ini, PT MBPS, menggugat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Bali, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan ini terkait pemutusan kontrak pekerjaan. Rekanan menilai PPK, tidak memberikan waktu melakukan klarifikasi sehingga pemutusan itu dinilai cacat hukum.

Baca juga:  Disdagprin Ancam Bongkar Pengerjaan Proyek Pasar Tidak Sesuai Bestek

I Made Arnawa, penasehat hukum PT. MBPS, Minggu (15/9) membenarkan adanya gugatan PTUN ini. Proyek yang dikerjakan PT MBPS bersumber dari APBN itu yang digugat terkait pemutusan kontrak pekerjaan.

Pihak rekanan telah serah terima pada 12 Desember 2018 lalu, dan melakukan kewajiban pemeliharaan selama 6 bulan. Tetapi setelah hasil pemeriksaan pemeliharaan diserahkan pada perusahaan, disebutkan di sana ada memutus kontrak.

Menurutnya, apabila pekerjaan pemeliharaan tidak sesuai, ada keputusan lagi. Tetapi faktanya langsung putus kontrak. “Pekerjaan sudah selesai dan pemeliharaan sudah dikerjakan,” terangnya.

Baca juga:  Kemenaker Optimalkan Pengawasan Naker Migran

Jaminan masa pemeliharaan senilai 5 persen dari nilai proyek yang semestinya dicairkan karena rekanan sudah mengerjakan, tidak dicairkan. PPK Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Bali, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ketut Suarta, dikonfirmasi membenarkan adanya gugatan ke PTUN tersebut.

Tetapi, PPK akan menghadapi prosesnya dan sudah siapkan langkah untuk menghadapi gugatan tersebut. Pembangunan KR Jagatnata ini pada tahun 2018 lalu dikerjakan Kontraktor pelaksana PT. Mari Bangun Persada Spesialis (MBPS).

Baca juga:  Seharusnya Rampung 21 Desember, Proyek Fasilitas Penunjang Gedung Dewan Belum Selesai Digarap

Dari kontrak awal, pengerjaan bersumber dari APBN ini diberikan waktu masa pengerjaan 180 hari dari 26 April hingga 22 Oktober 2018. Namun hingga batas waktu Oktober itu, molor dan baru rampung pada Desember 2018. Proyek dengan pengawasan dari Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Tinggi Bali, dikenai penalti denda keterlambatan sebesar Rp 500 juta lebih. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *