DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberitaan tentang revisi Rancangan KUHP (RKUHP) di berbagai media asing seperti di China, Eropa, dan Australia telah menimbulkan keresahan di kalangan wisatawan. Utamanya wisatawan Australia yang saat ini masih berada di deretan teratas kunjungan wisatawan ke Bali.
Mereka utamanya resah dengan isi pasal 417 tentang perzinaan dan pasal 419 tentang pasangan belum menikah yang hidup bersama dapat dipenjara atau didenda. “’Kita harus sadari, market Australia ini lagi diperebutkan. Dengan berita begini, yang sangat diuntungkan adalah kompetitor kita,” ujar Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana dalam keterangan pers bersama Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Wakil Ketua Bidang Hukum PHRI Bali Putu Subada Kusuma, di Praja Sabha Kantor Gubernur Bali, Senin (23/9).
Dalam industri pariwisata, lanjut pria yang akrab disapa Gus Agung ini, Bali sebetulnya tengah bertarung head to head dengan negara kompetitor seperti Thailand, Malaysia, dan lainnya. Bahkan destinasi ‘’baru’’ seperti Vietnam, Birma dan Laos yang juga berbasis budaya, sama seperti Bali.
Walau belum mengantongi data pasti, namun pihaknya telah mendapatkan informasi bahwa sudah terjadi peralihan paket wisata dari awalnya ke Bali menjadi ke Thailand. Pihaknya khawatir, Bali akan mengalami ‘’kekosongan’’ kunjungan wisatawan pada Oktober hingga Desember mendatang.
“Kebetulan orang Australia ini banyak couple, masih muda, itu akan sedikit takut mereka. Tapi orang Australia itu kan kebal biasanya. Dia tahu Bali sangat beda dengan daerah lain. Itulah yang kita harus lebih tonjolkan,” jelasnya.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengaku akan menjelaskan secara lebih detail mengenai pasal-pasal yang berdampak bagi Bali dalam RUU KUHP. Apalagi setelah diteliti, rupanya ada ayat-ayat ikutan yang tidak detail dibaca atupun diungkap secara gamblang oleh media massa.
Seperti pasal 417 tentang perzinaan, sebetulnya memiliki ayat yang menjelaskan bahwa tindak pidana tersebut merupakan delik aduan. Artinya, harus ada pengaduan dari suami, istri, orangtua, ataupun anak yang dirugikan terkait perzinaan tersebut.
‘’Ini yang tidak pernah muncul, sehingga pihak asing hanya merujuk pada pasal induknya saja yang dipidanakan. Ini sosialisasi masih kurang. Sebenarnya pasal ini tidak ada hal yang patut kita risaukan kalau dibaca secara utuh,’’ jelasnya.
Menurut Cok Ace, Pemprov Bali sudah mengeluarkan pernyataan resmi yang ditandatangani langsung olehnya. Menyikapi pemberitaan tentang RUU KUHP, Pemprov Bali menyatakan bahwa KUHP dimaksud baru sebatas rancangan sehingga belum bisa diberlakukan. Berdasarkan masukan berbagai pihak, maka Presiden dan DPR-RI sepakat menunda pengesahan RUU KUHP tersebut sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Oleh sebab itu, wisatawan dan pelaku pariwisata diharapkan untuk tetap tenang dan tetap menjalankan aktivitas kepariwisataan sebagaimana biasanya. “Tentu pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi Bali tidak boleh bertentangan. Jadi, langkah-langkah kami adalah menjelaskan sejelas-jelasnya pasal-pasal ini,” jelasnya.
Wakil Ketua Bidang Hukum PHRI Bali Putu Subada Kusuma berharap pariwisata sebagai tulang punggung utama perekonomian Bali tidak terganggu oleh hal-hal yang belum jelas. Apalagi RUU KUHP masih berupa rancangan. Sebelum disahkan, sebaiknya RUU tersebut disosialisasikan terlebih dulu.
Apalagi, ada beberapa pasal kontroversial yang masuk ke ranah privat. Padahal secara hukum, KUHP mestinya mengatur ranah publik. “Ranah privat mestinya ke sanksi moral yang selama ini sudah berjalan baik dengan agama di masyarakat,” ujarnya. (Rindra Devita/balipost)