Kepala BBPOM di Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni. (BP/san)

DENPASAR, BALIPOST.com – Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar secara rutin turun ke lapangan untuk melakukan sidak guna mengawasi penggunaan bahan-bahan berbahaya baik pada obat, makanan, minuman maupun kosmetik. Dari hasil sidak, kebanyakan produk yang mengandung bahan berbahaya adalah kosmetik baik itu produk luar maupun dalam negeri.

Ada pun zat yang paling banyak ditemukan adalah merkuri, hidrokinon, dan asam retinoat. ”Dari temuan penggunaan bahan berbahaya selama ini, 90 persennya ditemukan di kosmetik,” ujar Kepala BBPOM di Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Selasa (8/10).

Ia melanjutkan, di Bali banyak pelaku usaha kosmetik mulai dari berbentuk cream lotion, lulur hingga sabun. Dari sekian banyak produsen kosmetik, hanya sedikit yang mengurus izin ke BBPOM. Padahal, pengurusan izin untuk kosmetik jauh lebih mudah prosedurnya dibandingkan produk makanan atau obat-obatan. ”Kosmetik tidak melalui uji premarket. Jadi, tanggung jawab isi produk sepenuhnya dari produsen,” jelas Aryapatni.

Baca juga:  Penantian 100 Tahun, Gubernur Koster Keluarkan Sertifikat Tanah Gratis ke Warga Tanjung Benoa

Saat ini baru sekitar 30 produsen kosmetik lokal yang mendaftar di BBPOM di Denpasar dan hanya tiga yang mendapatkan kode notifikasi. Kode notifikasi untuk kosmetik adalah BPOM NA, BPOM NB, BPOM NC, BPOM ND, dan BPOM NE. Kode ini sesuai dengan negara produk kosmetik ini dibuat. Jika sudah mendapatkan kode notifikasi ini, produk kosmetik tidak hanya diizinkan beredar di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.”Kosmetik luar negeri saat ini lebih mudah masuk Indonesia. Apabila sudah memiliki kode notifikasi, kosmetik produk kita bisa lebih mudah ke luar negeri,” ujarnya.

Baca juga:  Satpol PP Tutup Aktivitas Galian C di Sumampan

Meski lebih efisien, produsen kosmetik lokal masih belum siap dalam mengurus izin, terutama yang skala kecil. Di sisi lain, produsen kosmetik skala kecil di Pulau Dewata cukup banyak. Karena belum siap, dikhawatirkan produk kosmetik lokal akan semakin tersisih dengan produk kosmetik dari luar negeri.

Ketidaksiapan dalam mengurus izin salah satu kendalanya karena harus memiliki rumah produksi. ”Menyiapkan rumah produksi bukan berarti harus membangun bangunan baru. Dalam rumah bisa asal terpisah dari kegiatan rumah tangga. Ruangan produksi dan kemasan juga harus dipisah, ada standarnya. Jika ingin kejelasan, konsultasi dengan kami. Datang langsung atau lewat WA juga boleh. Akan lebih baik jika ditanyakan lebih dahulu agar saat proses mengurus izinnya lancar,” papar Aryapatni.

Mengurus izin kosmetik saat ini prosedur dan syaratnya disamaratakan baik yang skala kecil maupun besar. Tidak seperti makanan atau obat-obatan yang diklasifikasikan berdasarkan skalanya. ”Meski prosedurnya lebih mudah, tidak ada klasifikasi dalam mengurus izin kosmetik. Ini mungkin yang masih dirasakan berat oleh produsen terutama yang skalanya kecil,” imbuhnya.

Baca juga:  Obama Akan Menginap di Ubud

Mengenai kualitas kosmetik lokal Bali, Aryapatni berpandangan kualitasnya banyak yang bagus utamanya produk SPA. Akan tetapi meski berkualitas karena belum memiliki kode notifikasi, produk ini akhirnya hanya dipakai untuk usaha sendiri misalnya bagi yang membuka salon atau tukang pijat. ”Padahal punya potensi masuk ke hotel atau diekspor. Saya harap ke depan, selain produk pertanian, produk kosmetik lokal Bali khususnya untuk SPA difasilitasi agar diterima di hotel-hotel,” ungkapnya. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *