Oleh Putu Yuni Setyawati, S.S.T.
Pemuda, menurut UU No. 40 tahun 2009 merupakan warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 tahun. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali tahun 2018, sekitar 23,18 persen dari total penduduk Bali merupakan pemuda.
Pemuda memiliki peranan sangat penting bagi pembangunan nasional, karena pemuda merupakan ujung tombak dari keberhasilan pembangunan. Para pemuda memiliki masa depan yang masih panjang, dan nantinya menjadi pemimpin pada masa yang akan datang. Sebagai generasi penerus bangsa, banyak tugas berat yang menanti para pemuda Bali untuk memajukan pembangunan nasional dan daerah.
Mengkhusus kepada pembangunan daerah Bali, pariwisata merupakan salah satu penyumbang terbesar untuk PDRB Bali. Salah satu pengembangan di sektor pariwisata adalah dengan melestarikan kebudayaan yang ada di masyarakat Bali.
Bali merupakan salah satu destinasi wisata dunia yang kental dengan budaya. Bahkan, budaya Bali menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai, Bali pada tahun 2018 mencapai 59,77 persen dari total wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia melalui jalur udara. Hal ini menandakan, sebagian besar wisatawan mancanegara yang ke Indonesia berkunjung ke Pulau Bali.
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, dalam artikel yang berjudul “Wisata Budaya Bali Memudar, Ini 3 Penyebabnya”, menyatakan bahwa sekitar 50-65 persen tujuan wisatawan ke Bali karena budayanya.
Budaya Bali yang terdiri dari berbagai macam kesenian, mulai dari seni tari, seni gamelan, maupun adat istiadat masyarakatnya sangat unik dan menarik. Namun, seiring dengan semakin majunya perkembangan zaman, pelestarian budaya Bali menghadapi tantangan yang semakin berat. Dengan perkembangan teknologi, masuknya budaya luar bisa saja mengancam keberlangsungan kebudayaan asli Bali.
Pada era Revolusi Industri 4.0 seperti sekarang ini, pola hidup masyarakat, terutama generasi muda cenderung mengalami perubahan. Zaman dahulu, pertunjukan tari yang ada di pura maupun yang ada di gedung-gedung kesenian sangat ramai pengunjung. Sementara pada masa sekarang, pertunjukan tari sangat jarang disaksikan.
Salah satu penyebabnya adalah lelah bekerja, lelah bersekolah dan les, dan tidak ada waktu untuk menyaksikan pertunjukan tari karena telah tersita oleh berbagai kegiatan yang semakin padat. Para pekerja seni seni pun tidak banyak yang menjadikan keahlian seni mereka sebagai mata pencaharian utama karena pendapatannya kurang menjanjikan.
Di balik itu semua, masih banyak generasi muda yang peduli dan bangga dengan kebudayaan Bali. Bahkan, membawa kebudayaan Bali sampai ke luar negeri. Menurut Wakil Duta Besar Amerika di Jakarta, Heather Variava, dalam penutupan program pelatihan The 2019 YSEALI yang diikuti 55 pemuda ASEAN plus Timor Leste di Kuta, Bali merupakan contoh bagi para pemuda ASEAN yang ikut program The 2019 YSEALI, 24-2 Maret 2019 di Ubud, Kabupaten Gianyar karena banyak inisiatif dan aksi peduli lingkungan yang konkret oleh para pengusaha dan aktivis LSM.
Peranan pemuda dalam kebudayaan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pelaku budaya, penikmat budaya, dan penjaga nilai budaya. Masing-masing pemuda memiliki kapasitas yang berbeda dalam melestarikan budaya Bali. Setiap komponen pemuda inilah yang diharapkan mampu melestarikan, bahkan mengembangkan kebudayaan Bali ke arah yang lebih baik. Para pemuda diharapkan mampu menyaring arus-arus globalilasi yang tidak sesuai dengan kebudayaan Bali.
Semangat para generasi muda untuk melestarikan kebudayaan Bali perlu ditingkatkan agar jangan ada anggapan bahwa budaya Bali itu kuno dan ketinggalan zaman. Inilah tantangan para generasi muda zaman now. Bagaimana generasi muda mampu menjadi pelaku budaya yang bisa mengembangkan kebudayaan agar menjadi lebih modern tanpa meninggalkan kesakralan dan esensi budaya itu sendiri.
Bagaimana generasi muda menjadi agen promosi budaya dengan berbagai kemajuan teknologi yang dikuasai. Hanya dengan menggunakan gawai atau gadget, para pemuda sudah bisa berperan aktif untuk memajukan kebudayaan Bali, salah satunya dengan membagikan konten-konten kebudayaan di akun media sosial masing-masing.
Dengan demikian, kebudayaan Bali bukan hanya semakin eksis di kalangan masyarakat Bali, namun juga di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Mengadakan berbagai event lokal maupun internasional, maupun sekadar menjadi penonton yang turut meramaikan event tersebut sudah merupakan bentuk dukungan terhadap pelestarian budaya. Siapa lagi yang akan peduli terhadap budaya kita kalau bukan kita sendiri.
Penulis, staf BPS Kabupaten Tabanan