Ilustrasi. (BP/ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur dan bupati/walikota se-Bali menandatangani regulasi pendidikan antikorupsi di Kantor Gubernur Bali, Senin (28/10). Kendati dalam penandatanganan tersebut, ada bupati/walikota yang tidak hadir sehingga diwakili wakil bupati atau sekda.

Pendidikan antikorupsi merupakan salah satu upaya untuk mendukung visi bangsa terkait pembangunan manusia. “Untuk mendapatkan manusia yang memiliki integritas, itu tidak mudah dalam 1 hari atau 1 tahun. Itu harus dididik dari awal sampai akhir. Di samping melakukan perbaikan-perbaikan manusia, kita juga melakukan perbaikan sistem,” ujar Pimpinan KPK RI, Basaria Pandjaitan.

Baca juga:  Tiga Kasus Tambahan Positif Covid-19 di Karangasem

Menurut Basaria, pendidikan antikorupsi dilakukan sejak dini mulai di tingkat SD, hingga SMP dan SMA. Dulu dikatakan ada pendidikan budi pekerti, wawasan kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila.

Namun pendidikan itu kemudian dihilangkan. Akibatnya sekarang, banyak yang menginginkan ideologi selain Pancasila. “Maka ini harus segera kita tangani. Seluruh kepala daerah harus melakukan hal yang sama supaya semuanya satu arah perbaikan SDM di seluruh Indonesia untuk menuju Indonesia maju,” jelasnya.

Baca juga:  Gubernur Koster dan Ganjar Bangun Peradaban Tanah Jawa-Bali

Basaria menambahkan, ilmu yang tinggi tapi tidak disertai dengan integritas akan memunculkan korupsi. Hal inilah yang mesti dibenahi.

Terlebih dengan momentum Hari Sumpah Pemuda, generasi muda diharapkan tetap bersemangat memperbaiki diri dan berintegritas. “Jangan cepat terprovokasi atau cepat mendengarkan hoax, tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Jadi harus pintar-pintar memilih,” tandasnya.

Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster berharap dunia pendidikan dapat menjadi penguat budaya antikorupsi dengan sekolah sebagai lokomotifnya. Pihaknya meyakini, pendidikan antikorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif).

Baca juga:  Rafael Alun Ditetapkan Tersangka

Tapi, juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *