MANGUPURA, BALIPOST.com – Peran masyarakat di sekitar lingkungan mangrove, menjadi sangat penting. Karena, hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai yang mempunyai fungsi perlindungan dan pelestarian alam, dan fungsi produksi.
Selain itu, juga merupakan suatu ekosistem hutan yang sangat unik. Yaitu sebagai penyambung interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan.
Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Unda Anyar, Senin (2/12) menggelar workshop untuk kelompok tani mengenai pemanfaatan hasil hutan bukan kayu mangrove (HHBK) dan jasa Iingkungan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu meliputi pengolahan buah mangrove untuk berbagai olahan seperti sirup, sabun cuci piring, tepung (bahan dasar kue), beras mangrove, lulur, pewarna alami (batik).
Kegiatan yang dibuka secara resmi oleh Kepala BPDASHL Unda Anyar Dr. Ir. Titik Wurdiningsih,M.Si., ini diikuti oleh perwakilan dari instansi dan kelompok tani dari seluruh Bali. Melalui kegiatan ini, Kepala BPDASHL Unda Anyar Dr. Ir. Titik Wurdiningsih,M.Si., berharap kelompok mangrove mampu mengembangkan potensi yang ada di daerahnya. Baik untuk jasa lingkungan maupun pemanfaatan hasil hutan kayu mangrove, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Pada kesempatan tersebut pihaknya mengatakan, potensi mangrove di Bali yang sebagian besar berada dalam kawasan konservasi, tidak menutup kemungkinan untuk bisa dimanfaatkan guna mendapatkan nilai ekonomi, baik untuk pemerintah maupun masyarakat. Adapun pemanfaatan kawasan mangrove yang salah satunya untuk wisata atau jasa lingkungan seperti yang dilakukan di Tahura Ngurah Rai, Nusa Lembongan dan Taman Nasional Bali Barat.
Dikatakannya, Mangrove di Bali pernah mengalami masa suram pada 1970-an. Pada saat itu kata Tuti sebagian kawasan mangrove beralih fungsi menjadi tambak.
Hal ini sempat berlangsung sampai 1980-an dan mengakibatkan mangrove semakin terdegradasi. “Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan hal tersebut, antara Iain melaksanakan penanaman/rehabilitasi,” ujarnya.
Dijelaksannya, mangrove di Bali memiliki luas kurang lebih 3.000 ha yang tersebar di beberapa lokasi. Seperti di Taman Hutan Raya Tahura Ngurah Rai seluas 1.373,5 ha, di Kabupaten Jembrana, di Taman Nasional Bali Barat, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Klungkung yakni Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
“Sebagai suatu ekosistem yang unik, mangrove memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mangrove mampu menyerap Carbon 5 (lima) kali lebih banyak dibandingkan dengan vegetasi daratan, hal ini sangat penting dalam mendukung upaya pengendalian perubahan iklim,” bebernya.
Kata Tuti, pemanfaatan mangrove tanpa merusak vegetasi merupakan upaya bijaksana yang perlu disebarluaskan dan ditularkan ke wilayah lain yang memiliki kawasan mangrove. Sehingga keberadaan mangrove akan lestari. Pihaknya menyampaikan, kelestarian mangrove tidak akan terjadi tanpa peran semua pihak. (Adv/balipost)