MANGUPURA, BALIPOST.com – Meskipun secara konstitusi dan undang-undang pers telah diberikan jaminan perlindungan, namun realitasnya praktik kebebasan pers tidak serta merta berlangsung mulus. Praktik kebebasan pers masih mengalami berbagai hambatan, bahkan tekanan.

Oleh sebab itu, kebebasan pers perlu terus dikawal dan dijaga agar tidak bergerak mundur. Dalam konteks inilah pemantauan terhadap kondisi kebebasan atau kemerdekaan pers penting dilakukan. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pers, Prof. Mohammad Nuh dalam kegiatan Sosialisasi Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Tahun 2019 di Hotel Santika, Nusa Dua, Rabu (4/12).

Mohammad Nuh mengatakan, pemantauan terhadap kebebasan pers dapat dilakukan melalui penyusunan IKP yang akan menjadi tolok ukur dalam melihat derajat kemerdekaan dalam kurun waktu tertentu. Dewan Pers telah melaksanakan survei IKP sejak tahun 2015 dengan cakupan wilayah sebanyak 24 provinsi.

Tahun kedua cakupan survei diperluas menjadi 30 provinsi. Sejak tahun 2017 survei IKP mencakup seluruh provinsi di Indonesia.

Baca juga:  Laporan Kematian Lampaui Sehari Sebelumnya, Kasus COVID-19 Masih Bertambah di Atas 100 Orang

Survei IKP ini ditujukan untuk melihat perkembangan kemerdekaan pers di masing-masing provinsi melalui tiga faktor utama, yakni lingkungan fisik politik, lingkungan ekonomi dan lingkungan hukum. Penelitian IKP dilakukan terhadap para informan ahli untuk menilai kemerdekaan pers di masing-masing provinsi, seperti akademisi, pejabat pemerintah, hakim, jaksa, kepolisian serta masyarakat sipil.

Mereka diminta pendapatnya atas sejumlah indikator kemerdekaan pers di sepanjang tahun 2018 dalam konteks provinsi masing-masing. Hasil penelitian ini kemudian disajikan dalam bentuk analisa kuantitatif dan deskriptif.

Hasil survei menunjukkan, IKP dari 34 provinsi di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 73,71. Hal ini berarti mengalami peningkatan dibandingkan 2018 yang hanya meraih 69,00.

Dengan kategori ini IKP Indonesia telah mengalami “lompatan” dari kategori sedang atau “agak bebas” menjadi kategori baik atau “cukup bebas”. Pada indeks tahun ini, IKP lingkungan bidang hukum kembali paling rendah, sedangkan lingkungan fisik dan politik mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dua lingkungan lain.

Baca juga:  Janji Presiden Jokowi Terealisasi, Tukad Badung Dipasangi Alat Penjernih Air

Dari segi cakupan wilayah, dari 34 provinsi sudah ada 29 provinsi yang masuk kategori cukup bebas dan hanya 5 provinsi yang masih dalam kategori agak bebas. Kelima provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Lampung dan Papua.

Selain itu, pada IKP 2019 juga ditemukan ada 12 provinsi yang meningkat status dari agak bebas menjadi cukup bebas. Ke-12 provinsi tersebut adalah Riau, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat. Khusus di Bali, indeks kebebasan pers meningkat menjadi 77,37 dari 69,15 pada tahun 2018.

Baca juga:  Imbas Proyek Jalan Tol, Harga Tanah Penyanding Perumda Melonjak

Hasil survei IKP diharapkan menjadi masukan bagi seluruh stakeholder baik dari Dewan Pers, perusahaan pers, wartawan, pemerintah, kalangan akademis maupun penegak hukum, untuk dapat memberikan kontribusi dalam mendorong dan menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers di masing-masing provinsi. “Dari hasil survei IKP tahun 2019 ini diperoleh tiga isu utama, yaitu independensi dari kelompok kepentingan yang kuat, kesejahteraan karyawan pers, dan kesetaraan akses bagi kelompok rentan. Kompetensi wartawan juga harus terus ditingkatkan atau diupgrade,” tandas Mohammad Nuh.

Terkait maraknya berita bohong (hoax) yang menyebar dengan cepat di era digital saat ini, Mohammad Nuh menghimbau agar wartawan agar memiliki kemampuan sensor dari dalam diri, sehingga bisa memilah mana berita fakta dan berita hoax. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *