NEGARA, BALIPOST.com – Rencana pembangunan pabrik limbah medis di Pengambengan belakangan semakin gencar menuai penolakan. Selain dikhawatirkan akan merusak lingkungan, pabrik limbah medis juga dinilai tidak sejalur dengan kawasan perikanan yang selama ini ada di Pengambengan.
Apalagi limbah yang akan diolah bukan limbah biasa, tetapi limbah berbahaya. M. Sauki, salah seorang warga Desa Pengambengan yang juga ketua Paguyuban Masyarakat Pesisir Lampu (PMSL), Minggu (8/12) menyampaikan keberatannya akan adanya pabrik itu.
Ia mengatakan pabrik limbah berbahaya, tentu ada dampak yang berbahaya pula. Dan menurutnya dampak itu tidak seperti pabrik-pabrik lainnya yang berkaitan dengan ikan yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Pengambengan pada umumnya. “Kalau di sini sudah pabrik ikan dan sentral perikanan ya biarkan seperti itu,” ujar Sauki.
Menurutnya, bila nanti pabrik berdiri awalnya mungkin tidak terlihat dampaknya. Tetapi setelah beroperasi bertahun-tahun, dampak itu akan terasa.
Dan harus diingat bahwa pabrik limbah medis yang akan dibangun itu, hanya menyerap sebagian kecil tenaga kerja dari warga lokal. Dan itu tenaga unskill, sementara di tingkat menengah ke atas serta tenaga ahli pasti bukan orang lokal.
Desa Pengambengan yang menjadi sentra perikanan terbesar di Jembrana, semestinya dikembangkan pabrik yang berkaitan dengan perikanan. Apalagi sebagian besar masyarakat Pengambengan bertumpu pada sektor perikanan. “Banyak potensi dari sumberdaya yang kita miliki bisa menjadi sumber pendapatan, Ini yang harus dikembangkan agar masyarkat maju. Bukan pabrik berbahaya,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Desa Pengambengan Kamaruzaman, mengakui saat ini banyak masukan dari masyarakat, terkait dengan rencana pendirian pabrik limbah B3 itu. Sejumlah warga juga meminta agar dilakukan pertemuan membahas terkait rencana tersebut.
Dari yang diserapnya awal, memang masyarakat lebih banyak yang menolak keberadaan pabrik tersebut. “Kita nanti akan memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya dan mengadakan pertemuan. Namun memang sebagian besar, menolak,” terang Kepala Desa termuda se-Jembrana ini. (Surya Dharma/balipost)