Suasana di Desa Pengotan. (BP/ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Desa Adat Pengotan Bangli melaksanakan Nyepi Desa. Tradisi itu dilaksanakan serangkaian upacara piodalan Ida Bhatara Ratu Pingit di Pura Anyar, bertepatan dengan Purnamaning Kanem, Rabu (11/12).

Selama berlangsungnya Nyepi Desa, krama Desa Adat Pengotan dilarang melakukan beberapa aktivitas. Uniknya, warga dilarang memotong hewan, menjual kayu dan aktivitas yang menimbulkan suara keras. Jika melanggar akan terkena sanksi sekala dan niskala.

Bendesa Adat Pengotan Jero Kopok mengatakan Nyepi Desa dilangsungkan selama 11 hari mulai Rabu (11/12) hingga Minggu (22/12). Dalam pelaksanaan Nyepi Desa, terdapat sejumlah larangan yang harus dipatuhi krama diantaranya tidak boleh memotong hewan baik berkaki dua maupu berkaki empat, membangun atau memperbaiki rumah, menjual kayu yang tumbuh di wilayah Desa Adat Pengotan.

Baca juga:  Sambut Lebaran dan Mudik, Pemerintah Atur 4 Aspek Ini

Krama juga tidak dibolehkan melakukan pekerjaan yang menimbulkan suara keras seperti mecentungan, bernyanyi dan lainnya, tidak boleh melakukan upacara keagamaan, tidak boleh membunyikan alat musik, melakukan rapat umum yang menghadirkan orang banyak dan tidak boleh membuat kegaduhan atau bertengkar di rumah tangga. “Kalau ke luar rumah dan menerima tamu boleh,” jelasnya.

Krama yang melanggar, harus siap terkena sanksi sekala dan niskala. Sanksi sekala berupa kesipat (denda) Rp 50 ribu. “Sedangkan sanksi niskalanya, krama kesisipan Ida Bhatara Pingit,” ujarnya.

Baca juga:  Ini, Kunci Pemulihan Pariwisata Indonesia

Lanjut dikatakan Jero Kopok, Nyepi Desa ini merupakan tradisi leluhur krama Desa Adat Pengotan. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun, tepatnya saat upacara piodalan Ida Bhatara Ratu Pingit.

Jero Kopok mengatakan selama ini belum pernah ada krama Desa Adat Pengotan yang melakukan pelanggaran saat Nyepi Desa berlangsung. Sebab krama sangat takut terkena sanksi niskala.

Nyepi Desa dimulai pada malam hari yakni setelah Ida Bhatara Ratu Pingit katuran piodal di Pura Bale Agung dan mantuk ke payogan. “Kalau jam 1 malam selesai upacara di Bale Agung, jam segitu dimulainya Nyepi Desa. Maknanya adalah untuk ngerahajengang jagat,” jelasnya. (Dayu Swasrina/balipost)

Baca juga:  Saatnya Bangun Solidaritas Warga, Bantu Sesama Hadapi Kesulitan Ekonomi
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *