Mendikbud Nadiem Makarim sudah memberi sinyal bahwa Ujian Nasional (UN) baik sifatnya tulis pensil dan berbasis komputer (UNBK) akan dihapus, apakah tahun ini atau tahun depan. Tentu ini masih menimbulkan pro dan kontra karena kesannya ganti menteri ganti kebijakan.
Sementara sekolah terus menjadi objek kelinci percobaan. Khusus di Bali iklim UNBK sudah menjadi sebuah keharusan guna menjamin sistem evaluasi yang berintegritas.
Jika kita memahami esensi dari evaluasi pendidikan, semestinya ujian atau tes tetap dilakukan sesuai kepentingan. Misalnya tes diagnostik dipakai untuk mengetahui problema belajar siswa dan mengajar guru.
Tes sumatif untuk menguji kemampuan siswa selama satu semester. Ujian akhir untuk pemetaan digunakan untuk mengetahui daya serap peserta didik atas materi yang telah diberikan selama setahun. Ada juga tes bakat dan minat untuk penelusuran minat dan bakat serta potensi holistik lainnya.
Jika kita berpikir positif, UN sebenarnya sangat diperlukan untuk jenis tes diagnostik dan pemetaan. Dia baru bisa menjadi tes penentu kelulusan jika syaratnya, fasilitas dan SDM guru di sekolah berstandar nasional. Sementara kondisi sekolah kita masih belum merata. Sangat ironis UN dijadikan syarat kelulusan.
Sebagai tes untuk pemetaan dan diagnostik, UN masih diperlukan sekalipun akhirnya harus menyedot APBN yang besar. Namun masalah ini bisa diatasi dengan cara setiap sekolah dan daerah melakukan tes diagostik tersendiri guna mengetahui problema dari sejumlah faktor pendidikan yang berpengaruh pada kualitas pendidikan.
Kelulusan tetap ditentukan oleh tes hasil belajar guru bidang studi karena gurulah yang mengetahui kemampuan anak bersangkutan. Jadi, sebelum kita setuju dan menolak UN dihapus, diperlukan pemahaman yang jernih soal esensi evaluasi pendidikan secara holistik.
Kita harusnya belajar dari Malaysia yang sebenarnya meniru sistem UN di Indonesia, namun secara konsekuen dijalankan alias tak gampang mengubah kebijakan pendidikan. Di Malaysia secara rutin menggelar Ujian Nasional atau disebut Ujian Negara. Fungsinya selain untuk memetakan dunia pendidikan, juga untuk menyeleksi mana siswa yang tamatan SMP yang berhak masuk ke SMA atau lulusan SMA yang masuk ke perguruan tinggi.
Lulusan SMP yang berhak masuk SMA adalah mereka yang memiliki grade minimal nilai rata-rata delapan. Sedangkan yang tak memenuhi syarat diarahkan memilih SMK agar mereka memiliki life skill. Demikian juga lulusan SMA yang meraih nilai UN terbaik yang diarahkan masuk ke universitas, sedangkan yang lain boleh masuk ke pendidikan vokasional seperti politeknik dan keterampilan lainnya.