Rombongan wisatawan berkunjung ke salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Gianyar. (BP/nik)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ranperda tentang Kontribusi Wisatawan untuk Perlindungan Alam dan Budaya Bali diusulkan untuk berganti judul. Khususnya terkait kontribusi agar diganti menjadi donasi atau sumbangan.

Usulan ini disampaikan oleh DPD RI Dapil Bali selaku perwakilan daerah yang memperjuangkan kepentingan daerah di pusat. “Memang ada beberapa saran yang konstruktif dari DPD. Terutama mengenai judul sebaiknya menggunakan istilah yang sudah umum di dunia internasional yaitu donasi atau sumbangan supaya tidak masuk ke ranah pajak dan retribusi,” ujar Koordinator Bidang Hukum Tim Ahli Gubernur Bali, A.A. Oka Mahendra usai bertemu dengan Anggota DPD RI Dapil Bali, Made Mangku Pastika di Sekretariat DPD RI Perwakilan Bali, Jumat (13/12).

Oka Mahendra menambahkan, donasi juga disarankan hanya dipungut dari wisatawan mancanegara. Donasi tersebut nantinya dipakai untuk kepentingan pelestarian lingkungan alam serta pemajuan dan penguatan kebudayaan yang menjadi pilar pariwisata Bali.

Baca juga:  Dari Dua Warga Ganggu Pelaksanaan Nyepi Dilaporkan hingga Drawing Piala Dunia U20 Batal di Bali

Sedangkan wisatawan domestik (wisdom) tidak dikenai donasi karena sebagai WNI, mereka sudah berkontribusi melalui pajak yang dibayar ke negara. “Untuk besaran donasi, nanti bisa diatur secara teknis di dalam peraturan pelaksanaan dari perda supaya lebih fleksibel. Kalau tercantum di perda, merubahnya susah kalau ada dinamika perkembangan besaran,” imbuhnya.

Anggota Komite II DPD RI, Made Mangku Pastika mengatakan, yang menjadi primadona pariwisata Bali adalah budaya, agama, kearifan lokal dan alam. Kalau sampai rusak, maka wisatawan tidak akan datang lagi ke Pulau Dewata.

Untuk menjaga dan melestarikannya diperlukan biaya dan energi, di samping kemauan keras dari masyarakat. Sebagai contoh, Pemprov Bali yang selama ini memberikan bantuan keuangan khusus untuk desa adat dan subak, keperluan upacara, membangun tempat ibadah, membantu sekaa-sekaa seni, hingga menggelar Pesta Kesenian Bali.

Sayangnya, alokasi anggaran untuk menjaga semua daya tarik pariwisata itu hanya bersumber dari pajak kendaraan bermotor. Bali tidak menerima dana bagi hasil dari pusat lantaran tidak memiliki sumber daya alam.

Baca juga:  Meski Pandemi, Pantai Sanur Dipadati Warga Sehari Pasca-Nyepi

Padahal sudah menyumbang devisa dari pariwisata budaya sekitar Rp 130-150 triliun per tahun. “Oleh karena itu, kita minta kepada pemerintah supaya boleh meminta sumbangan dari para wisatawan asing yang masuk ke Bali. Ini di dunia biasa, bahkan UNESCO mengijinkan untuk proteksi budaya dan lingkungan,” ujarnya.

Menurut Pastika, pemerintah pusat mestinya tidak memiliki alasan untuk menolak kalau tujuan donasi adalah perlindungan alam dan budaya. Oleh karena itu, narasi dalam ranperda harus bagus dan tidak bertentangan dengan undang-undang lain.

Mantan gubernur Bali ini pun mengusulkan judul ranperda dibenahi agar tidak mengedepankan kontribusi. “Kalau mengedepankan kontribusi, artinya kita menghitung duit dulu. Bukan begitu. Kita bicara dulu soal perlindungan terhadap lingkungan hidup dan budaya. Untuk memelihara perlu sumbangan,” jelasnya.

Baca juga:  Tambahan Korban Jiwa COVID-19 Nasional Balik ke Empat Puluhan Orang

Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali, Ida Bagus Gede Sudarsana mengatakan usulan DPD RI akan dilaporkan terlebih dulu kepada Gubernur Bali Wayan Koster. Antaralain mengganti judul kontribusi menjadi donasi dan hanya ditujukan untuk wisatawan mancanegara.

Selain itu, pihaknya juga masih menunggu hasil konsultasi DPRD Bali di Ditjen Bina Keuangan Daerah, Kemendagri. Sebelumnya, Ditjen Bina Keuangan Daerah sudah memberikan saran agar ranperda tidak mencantumkan besaran kontribusi.

Sebab, hal itu akan terlihat seperti pungutan sehingga bisa tergolong sebagai pajak dan retribusi. Judul ranperda pun sebetulnya telah diubah dengan meletakkan kata kontribusi di bagian belakang.

Dalam hal ini, dibuat lebih menonjolkan perlindungan alam dan budaya Bali. Termasuk menyederhanakan konten ranperda, salah satunya tidak mencantumkan besaran kontribusi. “Ketika ngomong pungutan saja, kita sudah masuk ke UU Pajak dan Retribusi. Pasti tidak boleh,” ujarnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *