Nyoman Suwarjoni Astawa. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 diperkirakan beban puncak listrik di Bali mencapai 920 MW. Sebab, biasanya pada Desember turun hujan yang menyebabkan suhu lebih rendah sehingga penggunaan perangkat listrik turun. Pemakaian listrik saat Nataru juga turun karena kantor mulai libur.

“Beban puncak biasanya 90 persen dari beban puncak yang pernah diraih. Jadi, pada Nataru kami perkirakan tidak akan lebih dari 920 MW,” ujar General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Bali Nyoman Suwarjoni Astawa saat media gathering di Puri Santrian, Sanur, Senin (23/12).

Beban puncak Nataru lebih rendah daripada beban puncak yang pernah diraih PLN karena kantor-kantor sudah mulai tutup. Karena saat tahun baru masyarakat cenderung menikmati suasana di luar hotel seperti di lapangan. Sementara pada Natal, masyarakat Nasrasi merayakannya di gereja, sehingga pemakaian listrik di rumah tangga turun.

Baca juga:  Cetak SDM Unggul, Gubernur Koster Berkomitmen Sejahterakan Guru

Bahkan, untuk seluruh sistem kelistrikan Jawa Bali bebannya turun 20-25 persen. “Cuaca memang panas, tapi sudah mulai mendung. Kalau pun panas, kami melihat tidak akan mencapai beban puncak yang  diraih pada 6 Desember lalu, yaitu  966 MW,” jelasnya.

Tahun 2020 beban puncak diperkirakan lebih dari 1.000 MW. Karena rata-rata beban puncak setiap tahun naik sekitar 4 persen. Tahun depan beban puncak diprediksi naik 40-50 MW.

Baca juga:  BMKG: Curah Hujan di Kuta Selatan Mencapai di Atas 100 mm

PLN berupaya menambah kapasitas pembangkit–pembangkit non-BBM menjadi gas sebelum JBC dibangun. PLN juga berencana menambah kapasitas pembangkit sebesar 200 MW pada 2021 sebesar 100 dan 100 MW lagi tahun 2022 sembari menunggu Jawa Bali Conection (JBC) rampung tahun 2024. Dengan mundurnya pembangunan JBC, maka ada ancaman krisis listrik di Bali.

Astawa menambahkan, berdasarkan perencanaan semula, dipastikan ada krisis listrik dengan mundurnya pembangunan JBC. Namun, PLN mengupdate perencanaannya dan menyiapkan antisipasinya dengan menambah pembangkit 200 MW dalam kurun waktu 2 tahun.

Baca juga:  Diguyur Hujan Lebat, Hektaran Tanaman Cabai Rusak

“Itu (pembangkit 200 MW) hanya sementara sebelum JBC. Setelah itu kita lihat nanti Jawa Bali menjadi satu kesatuan sistem. Mau bangun membangkit di Jawa atau di Bali? Namun, selaras dengan program Gubernur Bali, mandiri energi, maka pembangkit diharapkan tidak tidak dibangun di Jawa untuk ditransfer ke Bali, tapi dibangun di Bali,” sebutnya.

Astawa berharap kontrak kerja sama jual beli energi listrik 25 MW x 2 di Bali timur dan Bali selatan bisa ditandatangani pada 2020, Gardu Induk (GI) Tanah Lot bisa beroperasi dan semester I 2020 desain Jawa Bali Conection (JBC) selesai. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *