TABANAN, BALIPOST.com – Berjuang hidup tanpa didampingi orangtua bukanlah hal yang mudah. Terlebih, kondisi ekonomi yang jauh dari berkecukupan tentu harus bisa berjuang keras untuk bertahan hidup.
Hal ini dirasakan oleh Ni Kadek Rustiani (17) bersama saudaranya I Komang Tri Pramana Putra (7), warga banjar Basa, desa Marga, kecamatan Marga. Diusianya yang semestinya masih mengenyam bangku pendidikan, Rustiani sudah harus mencari uang untuk bekal sehari-hari, pasca kedua orang tuanya meninggal.
Gadis yang hanya mengenyam pendidikan sampai tamat SD inipun, tiap harinya hanya membantu warga yang berjualan bubur di Pasar Marga. Upah yang diterimanya pun hanya berkisar Rp 10 sampai Rp 20 ribu per hari.
Ironinya lagi Rustiani bersama adiknya ini juga menjaga bibi nya bernama Ni Wayan Rantin (50) yang sakit stroke dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Sementara sang kakak Agus Rustiawan (24) sudah menikah ‘Nyentana’ dan tinggal di desa Apuan, Baturiti.
Beruntung, keduanya masih memiliki kerabat dekat atau bibi bernama Ni Ketut Muklen (adik dari Rantin) yang tinggal tidak jauh dari rumah Rustiani.
Bibi Muklen inilah yang tiap harinya selalu membawa hidangan serta mengurus kebutuhan dua ponakannya ini dan kakaknya (Wayan Rantin). “Apa yang saya masak, saya bawa ke sini. Untungnya saya menikah dan tinggal masih satu banjar, kasihan juga karena mereka masih kecil dan kakak saya stroke,” ucap Ketut Muklen.
Ia pun menceritakan kehidupan dua keponakannya ini memprihatinkan pasca menjadi yatim piatu. Dimana Ni Wayan Darmini, ibu dari anak-anak ini lebih dulu meninggal lantaran sakit. Dan hanya berselang satu bulan disusul oleh sang ayah I Wayan Sana (adik dari Ketut Muklen) karena sakit sesak.
Bahkan sertifikat rumah yang ditinggali saat ini, sudah menjadi jaminan pinjaman di Bank untuk usaha babi dan sayur oleh Agus Rustiawan kakak dari Rustiana, dan nyaris dilelang lantaran terlambat membayar cicilan. “Saat itu sampai minta tolong biar bisa saja dicabut lelangnya, biar rumah ini tetap bisa dipertahankan, buat Komang (Pramana Putra) nantinya,” terangnya.
Sementara itu, Rustiani tampak sesekali menyeka air mata saat menceritakan tentang kehidupannya saat ini. Dan sang adik Komang Pramana Putra asyik dengan mainannya.
Sebagai gadis remaja biasa, ia pun mengaku memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan bahkan sampai jenjang kuliah. “Pengen jadi perawat, biar bisa merawat orang – orang,” ucapnya.
Dihubungi terpisah Kelian Dinas Banjar Basa, I Made Armadi mengatakan untuk Rustiana dan adiknya sudah mendapatkan bantuan baik itu raskin dan program keluarga harapan (PKH). Dan untuk putus sekolah, diakuinya memang awalnya tidak ada niatan dari Rustiana untuk melanjutkan pendidikan. “Minat sekolah awalnya memang sedikit kurang, karena sempat tidak mendapat perhatian. Tetapi kalau sudah ada niat sekolah lagi, akan saya pastikan lagi kalau benar tentu akan dibantu lewat kejar paket, biar bisa dapat ijazah siapa tahu untuk bekal mencari pekerjaan nantinya,” terangnya.
Armadi pun mengakui selama ini telah meminta Ketut Muklen, bibi dari Rustiana untuk benar benar mendampingi dan memperhatikan keponakannya ini. Apalagi sang kakak yang semestinya bertugas menjaga kedua adiknya ini pasca orang tua meninggal, lanjut kata Armadi justru kerap memberikan tekanan pada kedua adiknya. “Tanah itu sempat bermasalah, mereka punya kakak tapi sudah ‘pekidih’ ke luar, dan sifatnya kurang baik. Bahkan sudah pernah saya marahi agar tidak mengganggu adiknya lagi, apalagi sampai minta uang,” terangnya.
Karena khawatir akan kondisi Rustiana dan adiknya, Armadi pun lebih mempercayakan mereka pada Ni Ketut Muklen. “Kakaknya nakal, pernah saya marahi, makanya kalau Kadek dan komang dapat bantuan PKH saya kasih bibinya,”pungkasnya.
Armadi pun mengucapkan terima kasih atas segala bentuk perhatian masyarakat dan komunitas serta yayasan yang sudah mau peduli membantu warganya yang membutuhkan. (Puspawati/balipost)