DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata Bali diterpa sejumlah tantangan sepanjang tahun ini. Di kuartal pertama 2019, Bali dihadapkan pada penurunan angka kunjungan wisatawan Tiongkok sebesar 29 persen sebagai imbas penutupan toko-toko jaringan mafia Tiongkok di Bali. Setelah itu kembali muncul kasus pelecehan pura oleh wisatawan mancanegara.
Teranyar, website pariwisata asal Inggris, Fodor’s Travel, yang menyebut Bali tidak layak dikunjungi wisatawan atau masuk daftar no list pada tahun 2020. Masalah pariwisata Bali ibarat buih dalam lautan. Artinya, hal yang terungkap itu merupakan masalah kecil, masih ada masalah lebih penting lagi yang dihadapi dalam menjaga keberlanjutan pariwisata budaya.
Pariwisata memiliki banyak ragam dan sangat universal. Ada banyak kemauan wisatawan yang mesti dipenuhi. Selain menyajikan budaya dan alam yang masih original, tak sedikit pula wisata buatan hadir di Pulau Dewata terutama yang digagas investor dari luar Bali. ‘’Tentu harus simetris yang baru itu dengan apa yang kita punya di Bali. Tidak boleh juga terlalu jauh. Saya tidak setuju kalau dibuat terlalu modern, tidak cocok,’’ terang Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama.
Ia berharap pengusaha pariwisata lokal lebih aktif membuat destinasi pariwisata kekinian tanpa harus tercerabut dari akar budaya. Dengan harapan bisa mendongkrak kunjungan wisatawan sekaligus menambah masa tinggal mereka. ‘’Pariwisata itu kan sesuatu yang modern, pasti ada dampak. Itulah bagaimana kita ke depan berusaha mengembalikan atau meminimalisir dampak itu,’’ ujarnya.
Anggota Komisi II DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya mengatakan, Bali telah menerima penghargaan dunia sebagai destinasi terbaik dunia. Prestasi ini perlu dipertahankan lewat eksistensi pariwisata budaya yang timbul dari tradisi dan agama Hindu.
Paling tidak, Gubernur Bali sudah menunjukkan komitmennya lewat visi ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ yang berlandaskan kearifan lokal Sad Kerthi. ‘’Di situ ada Danu Kerthi, Jana Kerthi, Atma Kerthi, Samudra Kerthi, Jagat Kerthi, Wana Kerthi. Artinya pengelolaan alam beserta isinya di Bali ini sangat penting untuk kelangsungan pariwisata,’’ ujarnya.
Sebagai masyarakat Bali, lanjut Mahayadnya, tentu harus bisa memelihara dengan sebaik-baiknya karena pulau ini sudah memberikan begitu banyak hal. Terutama kehidupan yang layak dan nyaman sebagai salah satu dampak positif pariwisata.
Guna mendorong upaya pemeliharaan tersebut, perlu ada anggaran yang digelontorkan pemerintah. Sebab, pariwisata juga membawa dampak lain seperti kemacetan dan sampah. Walaupun Gubernur sudah menyiapkan beberapa solusi seperti pembangunan shortcut untuk mengatasi macet, dan penanganan sampah di sumber yang anggarannya sudah dialokasikan di 2020.
Gubernur Bali Wayan Koster telah memaparkan sejumlah capaian pembangunan di bidang pariwisata dalam pidato akhir tahunnya. Di antaranya, telah melaksanakan penertiban tata niaga pariwisata serta wisatawan yang melanggar aturan seperti praktik jual-beli kepala, bisnis wisata ilegal, bisnis wisata murahan yang dapat merusak citra dan pasar pariwisata Bali. Selain itu, meningkatkan citra dan memperkokoh pariwisata berbasis budaya, serta menyiapkan rencana penataan kualitas penyelenggaraan kepariwisataan secara komprehensif.
Koster juga menambahkan, tahun depan akan disusun kebijakan penataan tata niaga kepariwisataan. Begitu pula, kebijakan untuk menata jalur wisata menuju destinasi wisata yang berpihak kepada masyarakat secara lebih adil dan merata akan disusun di 2020. (Rindra Devita/balipost)