Benoa
Pelabuhan Benoa, Denpasar. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Keinginan Pelindo III untuk mengembangkan Pelabuhan Benoa, belum bisa berjalan mulus. Terlebih, dari hasil konsultasi publik yang dilakukan DPRD Denpasar, Jumat (26/5), belum ada keputusan atas rencana pengembangan dimaksud.

Mengingat, hambatan utama yang belum terjawab, yakni terkait regulasi yang dimiliki Denpasar, berbeda dengan gambar pemanfaatan ruang di kawasan Pelabuhan Benoa. Karena itu, Wali Kota Denpasar diminta untuk tidak mengeluarkan surat rekomendasi sebelum ada kepastian tentang regulasi terkait rencana tersebut.

Demikian terungkap dalam konsultasi publik Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pelabuhan Benoa  yang dipimpin Ketua DPRD Denpasar IGN Gede didampingi Wakil Ketua Wayan Mariyana Wandhira, Sekda AAN Rai Iswara dan Direktur Kepelabuhanan Dirjen Hubla Mauris Sibarani. Hadir pula dalam kegiatan tersebut, sejumlah anggota DPRD, pimpinan OPD di lingkungan Pemkot Denpasar, Pelindo III, serta KSOP Benoa.

Baca juga:  Penambahan Kursi di DPRD Denpasar, PDIP Optimis Target Minimal Bisa Dicapai

Konsultasi publik diawali dengan pemaparan singkat terkait RIP Benoa oleh KSOP Benoa Suproyono dan dilanjutkan dengan pertanyaan dari dewan. Sedikitnya 10 anggota dewan yang mengajukan pertanyaan terkait pengembangan Pelabuhan Benoa. Termasuk Wakil Ketua DPRD Wayan Mariyana Wandhira yang mempertanyakan tentang keberadaan studi kelayakan RIP tersebut.

Selain itu, yang paling banyak mendapat pertanyaan, yakni terkait dengan nihilnya kontribusi dari Pelabuhan Benoa ke Pemkot Denpasar. “Selama ini, kontribusi Pelabuhan Benoa terhadap PAD Kota Denpasar nihil. Padahal, potensi pelabuhan semestinya dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum di Kota Denpasar,” ujar Ketua Komisi I Ketut Suteja Kumara serta sejumlah anggota lainnya.

Sementara itu, anggota Komisi III A.A.Susruta Ngurah Putra menyatakan, secara umum rencana pengembangan Pelabuhan Benoa sudah ada dalam Perda No 27 tahun 2011 tentang RTRW Denpasar. Hanya, setelah lebih ke dalam, yakni pemanfaatan lahan atau zonasi, terjadi perubahan dalam RIP Benoa. “Inilah yang sesungguhnya menjadi kendala. RIP Benoa dari awal terus berubah, sehingga berbeda dengan yang ada dalam perda,” tambah Ketua Komisi III Eko Supriadi.

Baca juga:  Denpasar Tak Ambil Formasi CPNS 2024

Anggota Komisi IV AAN Gede Widiada mengungkapkan Pelabuhan Benoa harus mampu menjadi penopang kesejahteraan masyarakat Denpasar. Pemaparan dalam konsultasi publik adalah langkah komunikasi yang patut diapresiasi karena sangat transparan dan bisa berdebat untuk mencari solusi.

Di sisi lain, Direktur Teknik Pelindo III Husien Latif mengatakan, perubahan dalam RIP Benoa semata karena bertujuan untuk keselamatan pelayaran. Ada beberapa persoalan yang berkembang dan harus dilakukan di Benoa.

Salah satunya, kapal yang berlabuh cukup besar, seperti kapal-kapal pesiar besar. Demikian pula Pelabuhan Benoa dekat dengan Bandara Ngurah Rai. Keduanya perlu keselamatan, baik di Benoa serta Ngurah Rai yang kapal-kapalnya yang hendak turun bisa dengan nyaman. Karena itu, ada beberapa pergeseran zona.

Baca juga:  Tiga Kapal Terbakar di Pelabuhan Benoa

Terkait dengan perbedaan Perda RTRW dengan zonasi RIP Benoa, Kabag Hukum I Made Toya menegaskan solusi yang bisa dilakukan adalah, revisi perda. Karena bila perda tersebut belum direvisi, akan terjadi pelanggaran ketika RIP disetujui.

Setelah mendapat pemaparan dari sejumlah peserta, akhirnya pimpinan rapat IGN Gede membacakan empat resume konsultasi publik. Pertama, dewan belum bisa mengambil keputusan terkait RIP Benoa yang diajukan. Kedua, harus menunggu regulasi yang jelas, sehingga tidak bertentangan dengan hukum. Ketiga, dewan akan kembali melakukan konsultasi public yang melibatkan lebih banyak komponen masyarakat. Dan keempat, meminta wali kota untuk tidak mengeluarkan rekomendasi sebelum ada regulasi yang jelas. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *