SINGARAJA, BALIPOST.com – Prajuru Desa Adat Kubutambahan menggelar pertemuan tertutup, Senin (10/2) sore, guna membahas lahan milik desa adat yang akan diserahkan ke pemerintah untuk pembangunan bandara internasional. Pertemuan itu dihadiri Wakil Bupati Buleleng dr. Nyoman Sutjidra, Sp.OG, Kepala UPT Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Aset Pemprov Bali Ketut Nayaka, Bendesa Adat Kubutambahan Jero Pasek Warkadea dan Kadishub Buleleng Gunawan Adnyana Putra.
Dari 450 hektar lahan milik Desa Adat Kubutambahan yang akan dibangun bandara seluas 370 hektar atau dua pertiga lebih telah disewakan kepada PT Pinang Propertindo. Penyewaan ini sesuai hukum adat yang sah sejak 1991.
Masa sewanya pun telah diperpanjang sebanyak tiga kali, hingga berakhir pada 2091 mendatang. Sejak disewakan, lahan itu belum digarap. Padahal, PT Pinang Propertindo berencana membangun hotel dan tempat wisata lainnya di lahan tersebut.
Wabup Nyoman Sutjidra mengatakan, pertemuan ini dalam rangka menyamakan persepsi prajuru desa adat terkait rencana pembangunan bandara internasional. Terkait lahan yang disewakan oleh desa adat sejak 1991 sampai 2091 kepada PT Pinang Propertindo, Sutjidra menyebut hal itu diselesaikan oleh desa adat difasilitasi Pemprov Bali.
Ini berdasarkan Perda No. 4 Tahun 2019 yang menyatakan pembinaan terhadap desa adat dilakukan oleh Gubernur. “Prajuru adat sudah kompak dan tidak ada masalah dan sehati sekata mendukung penuh rencana pembangunan bandara ini,” katanya.
Sementara, Bendesa Adat Kubutambahan Jero Pasek Warkadea mengatakan, terkait lahan bandara ini pihaknya menyerahkan kepada Gubernur Wayan Koster untuk menyelesaikannya. Dia berharap ganti rugi lahan untuk PT Pinang Propertindo menjadi tanggung jawab Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng.
Di sisi lain, Warkadea mengatakan, prajuru sejauh ini belum pernah bertemu dengan PT Pinang Propertindo untuk membahas rencana pembangunan bandara sebab hal ini ranah Pemprov Bali. (Mudiarta/balipost)