DENPASAR, BALIPOST.com – Dampak virus corona dipastikan menerpa pariwisata Bali. Langkah yang harus dilakukan adalah jangan panik.
Yang paling membayang di depan mata adalah pengurangan tenaga kerja di sarana akomodasi dan destinasi pariwisata. Biasanya, pengusaha selalu mengambil jalan pintas yakni merumahkan atau mem-PHK pekerja. Ini wujud kepanikan.
Terpuruk dan melakukan tindakan destruktif, seperti pemecatan karyawan (PHK) atau menjauh dari optimisme, saat pacekilik kunjungan wisatawan mesti dihindari. Pelajaran dari Wuhan, Tiongkok mestinya menantang Bali untuk berbenah.
Pada saat paceklik, Bali mesti bisa bangkit. Kelola mementum ini untuk berbenah dan optimis bahwa Bali mampu menjadi destinasi berkualitas.
Optimisme haruslah tetap menjadi identitas pengusaha. Menjadikan pekerja pariwisata sebagai korban atau pihak yang pertama terdampak paceklik adalah tindakan yang tak adil.
Paceklik kunjungan haruslah menjadi momentum menata diri menuju pariwisata berkualitas. Peningkatan kualitas SDM dan fasilitas bisa dilakukan saat ini.
Pendekatan investasi saat peceklik juga bisa menjadi pilihan, jangan malah terjebak dan mati gaya. Yang tak kalah strategisnya untuk dilakukan adalah reorientasi pengelolaan kebijakan pariwisata.
Bali sudah berulang kali berada pada posisi krisis kunjungan. Pertama saat Gunung Agung erupsi dan kini saat Corona.
Sebelumnya virus SARS dan flu burung juga membuat Bali prihatin. Ini mestinya menjadi pelajaran berharga. Ini harus menjadikan Bali berpikir betapa pentingnya Bali memiliki dana cadangan krisis pariwisata.
Banyak hal yang dapat dilakukan saat-saat paceklik seperti yang akan segera menjelang. Apa saja upaya tersebut?
Ikuti pemaparan Wakil Gubernur Bali dan Ketua STPBI Bali di Harian Bali Post, Rabu, 12 Februari 2020.